Belief Behind Behavior dalam Toilet Training

Toilet training cover

Lagi-lagi bahas toilet training nih. Hehe. Perjalanan toilet training yang dilalui keluarga kami ini memang menarik untuk dibahas. Dapat dikatakan, perjalanan ini lebih panjang dan menantang dibandingkan dengan pengalaman menyapih setahun yang lalu.


Tahun lalu, anakku sukses disapih saat usianya 23 bulan. No drama at all, "weaning with love" ceunah orang-orang mah. Nggak butuh waktu lama juga, hanya beberapa hari anakku nangis-nangisnya.

Berbeda dengan perjalanan toilet training yang masih berlangsung hingga saat ini. Aku memang melakukannya secara bertahap, siang hari dulu sampai benar-benar sukses lalu baru dilanjutkan ke toilet training di malam hari.

Jika dalam proses toilet training siang hari aku bisa menjalankannya dengan lebih rileks dan santai, berbeda dengan proses belajar toilet di malam hari. Ngurusin ompol anak di tengah malam bikin emosian dan nggak sabaran.


Bisa dikatakan, proses toilet training di malam hari ini membuatku stress, ingin menyerah tapi nggak mau mundur lagi. Hehe. Hadeh banget deh pokoknya! *ngeluh dikit boleh ya, lol.

Padahal udah disounding, tapi kok masih ngompol? Padahal sudah diajak buang air kecil sebelum tidur, tapi kok tetap ngompol? Padahal sudah paham kalau mau buang air kecil itu ke toilet, tapi kok nggak mau ngomong saat malam hari mau ke toilet? Padahal tengah malam sudah diajak untuk buang air di toilet, tapi kok sejam kemudian tetap ngompol? Dan padahal-padahal lainnya...

Sungguh sekitar dua-tiga minggu pertama ku ingin menangys setiap hari karena lagi-lagi mengalami sleepless night. Kalau sebelumnya karena menyusui, kali ini karena menjadi pawang hujan agar kasur tidak kebanjiran. Wkwk. Meskipun sudah dialasi perlak, tetap saja ribet cuy kalau ngompol dan harus bersih-bersih sebadan-badan bocah. *ngeluh lagi ya Allah maafkan T_T

Sampai akhirnya aku mengambil kelas tentang "Toilet Learning" melalui kacamata metode Montessori. Saking inginnya mendampingi anak melewati fase toilet training di malam hari dengan lebih damai.

Dalam metode Montessori, ada 3 aspek yang bersinergi dan harus dipersiapkan dalam proses toilet learning yakni the child, adults dan environment. Pada tulisan kali ini, tentu aku akan membahas dari aspek kesiapan orang tua (the adults).

Alhamdulillah tercerahkan nih. Sepertinya aku merasa so desperate, gampang tersulut emosi dan berpikir, "Kok ini nggak selesai-selesai siiihhh???", itu adalah karena aku memiliki belief behind behavior dalam proses menemani anak melewati fase toilet training ini.

Keyakinan yang Keliru

false belief dalam toilet training

Yang dimaksud dengan belief behind behavior adalah suatu keyakinan yang mendasari perilaku kita terhadap suatu hal. Ketika keyakinan yang ada dalam benak kita ini tidak sesuai dengan realitanya, kita akan cenderung bereaksi untuk melakukan sesuatu ke arah yang negatif.

Sebelumnya dalam tulisan "Tentang Anak yang (Katanya) Nakal" aku memberikan contoh perilaku menantang anak-anak yang ternyata didasari oleh belief behind behavior ini. Namanya juga manusia, nggak hanya anak-anak yang memiliki keyakinan ini, orang dewasa pun sama.

Beberapa belief behind behavior yang muncul dalam diriku ketika menjalani proses toilet training di malam hari ini adalah :

"Siang hari sudah lulus, malam harusnya bisa lulus lebih cepat"

Ini adalah alasan aku menaruh ekspektasi yang besar ketika memulai proses toilet training di malam hari. Menggampangkan. Oh my God! Sebuah ekspektasi yang sangat fatal. Akibatnya, ketika anakku mengompol lagi dan lagi di malam hari, responku adalah...

Gimana sih? Kalau siang bisa ngomong pas mau pipis. Kenapa kalau malam ngompol terus???

Bukan hanya menyalahkan anakku, aku juga menyalahkan diri sendiri. Gue salah ngajarin di mananya sih? Perasaan sudah rajin sounding, sudah memberikan contoh, dan seterusnya. Akhirnya, capek hati sendiri ye kan?

"Nggak capek lah, kan bisa gantian sama suami nganter anak ke toilet"

Keyakinan lainnya yang ternyata tidak sesuai dengan realita adalah ketika aku sudah membuat jadwal bergiliran dengan suamiku untuk membawa anak kami ke toilet di tengah malam, ternyata anaknya nggak mau sama bapaknya. Bahkan ia bisa menangis menjerit-jerit jika bukan aku yang menemaninya ke toilet. Tengah malam, men. Capek banget nggak dengerin anak nangis jerit-jerit? Hhmm..

Akibat dari hal ini, responku jadi melampiaskan amarah pada suami. Gue lagi - gue lagi kan ujung-ujungnya. Suami jadi ikut kesal sama aku dan anak kami. Hiks deh T_T

"Sebelum 3 tahun, anakku harus sudah lulus toilet training"

Misi, ambisius sekali ya Anda? Haha. Bukan tanpa alasan sih, sepertinya ada pengaruh inner child juga terhadap hal ini. Orang tuaku selalu memberitau kalau aku dan adik-adikku dulu nggak ada yang pakai pospak dan semua sudah terbiasa buang air di toilet bahkan saat kami belum bisa jalan.

Aku jadi sering merasa kok aku jadi orang tua males banget ya, nggak mau melalui fase toilet training ini lebih awal? Aku merasa, anakku sudah 2 tahun lebih nih, udah mau 3 tahun kok belum lulus-lulus toilet trainingnya?

Ada pula bisikan-bisikan yang mengatakan kalau di usia lebih dari 3 tahun dan masih menggunakan pospak itu sudah keterlaluan. Oleh sebab keyakinan-keyakinan yang salah ini tertanam di pikiran bawah sadarku, ketika aku mendapati anakku ngompol di malam hari, terkadang aku merespon...

Kamu tuh udah mau 3 tahun loh, masa gini aja nggak bisa-bisa?!

Setelahnya tentu menyesal, minta maaf lagi ke anak dan kembali merasa bersalah pada diri sendiri. Stress lagi ujung-ujungnya.

"Bisa lah seperti anak lain yang cepat diajarkan toilet training malam hari"

Padahal aku sadar betul bahwa setiap anak itu unik dan berbeda, tapi dalam hal toilet training ini aku mengesampingkan hal tersebut. Anak lain bisa lulus toilet training malam hanya dalam waktu seminggu bahkan ada yang hanya 3 hari, kenapa anak aku nggak bisa?

Wow, padahal harusnya kalau anak lain bisa ya anak gue nggak harus bisa juga kayak gitu. Hehe. Keyakinan yang salah ini membuatku lebih tidak sabar, tidak menikmati proses dan ingin memburu-buru anakku agar cepat bisa.

Hingga saat ini berarti sudah hampir 2 bulan anakku menjalani fase toilet training di malam hari. Sebelum menyadari bahwa aku memiliki belief behind behavior ini, aku merasa proses ini sudah berlangsung berbulan-bulan dan nggak kelar-kelar.

Hal yang Harus Dilakukan

5 c in toilet training

Alhamdulillah, melalui ilmu aku jadi paham bahwa ada keyakinan-keyakinan yang keliru yang tertanam di pikiranku dan membuat responku serta proses toilet training di malam hari menjadi tidak menyenangkan.

Setelah aku tau belief behind behavior-ku terhadap masalah ini, aku juga menuliskan semua progress yang dilalui oleh aku, anakku dan juga suamiku. Ternyata sudah banyak kemajuan yang ditunjukkan oleh kami bertiga.

Sudah sekitar 3 bulan ini sama sekali tidak membeli pospak, bangun teratur di tengah malam untuk mengajak anak kami ke toilet dan aku serta suamiku sudah paham gelagat anak kami ketika ingin buang air kecil saat ia tertidur.

Adapun sikap yang harus orang tua persiapkan dan lakukan pada saat mendampingi anak-anak melalui fase ini adalah :

Cool

Every learning process is a matter of trial and error

Apabila kita sudah menghayati kalimat tersebut, ketika anak berbuat kesalahan, yang akan kita lakukan adalah mengobservasi, mengarahkan kembali dan memfasilitasi kebutuhan anak untuk belajar.

Ketika sudah berhasil menyadari dan melepaskan diri dari belief behind behavior tadi, saat mendapati anak ngompol di celana atau hanya mau ditemani olehku untuk ke toilet di malam hari, seriously aku jadi lebih stay cool.

Setelah bebas dari keyakinan-keyakinan yang keliru, aku jadi lebih jarang emosian dan lebih tenang saat membersamai anak melewati fase toilet training di malam hari. Alhamdulillah.

Calm

Meskipun sulit bangeedd (terutama buat aku pribadi), orang tua atau pendamping harus tetap menjaga nada suaranya serta ekspresi wajah ketika anak melakukan error. Yakin deh, anak BAK atau BAB di celana itu bukan karena kemauannya tapi karena kemampuan dirinya yang masih terbatas.

Anak juga memiliki belief behind behavior-nya sendiri. Ketika orang tua merespon perilaku mereka (misal ngompol) dengan cara yang negatif, maka respon anak juga akan menjadi negatif. Contohnya, anak jadi sering menolak untuk pergi ke toilet.

Collected

Maksudnya adalah mengumpulkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan anak untuk mendukung proses toilet trainingnya ini. Contohnya dengan menyiapkan rutinitas, lingkungan, melatih kemandiriannya, menstimulasi kemampuan berbahasa serta sensorinya.
 

Confident

Sebagai orang tua, kita semua harus percaya diri bahwa semua ini akan berlalu. Hanya masalah waktu, di mana waktu untuk setiap anak itu berbeda-beda. Bahkan anak pertama dan kedua aja proses toilet trainingnya bisa berbeda, jadi jangan dibandingkan dengan progress anak orang lain.

Alhamdulillah lagi, sekarang aku sudah tidak punya jiwa kompetitif lagi ketika orang lain atau teman-teman bercerita mengenai proses toilet trainingnya yang mulus, lancar jaya dan tanpa drama. Anakku juga pasti bisa kok, mungkin nggak sekarang tapi ya pasti bisa. Hehe.

Commited

Salah satu hal yang menggagalkan misi sukses toilet training adalah tidak berkomitmen untuk konsisten. Aku sudah pernah nih melewatinya sehingga tidak ingin mengulang kesalahan yang sama lagi, lol.

Komitmen untuk konsisten ini bukan hanya datang dari satu pihak saja tapi harus dari seluruh lingkungan tempat tinggal anak. Percuma kalau bundanya sudah berjuang untuk mengajari anak buang air di toilet tapi ayah atau kakek atau neneknya belum ingin berperan serta. Syediiih~


Pada akhirnya parenting itu memang merupakan sebuah seni, proses pembelajaran yang tidak instan, learning by experience tapi tetap butuh guidance dan tidak bisa hanya mengandalkan insting, juga butuh keluasan hati serta sabar untuk terus membersamai anak-anak dengan mindful, penuh syukur dan sukacita.

Semoga bermanfaat.

Sukabumi, 01 Oktober 2021

Posting Komentar

8 Komentar

  1. Kadang ekspektasi memang membawa kita untuk positif dan push more dalam setiap tujuan dan keinginan yang ingin dicapai. Tapi, ekspektasi pula yang seringnya bikin kita mudah nge-down dan meng-sedih kalo ada hal-hal diluar dugaan. Itulah mangkanya aku kalo bikin ekspektasi, selalu bikin kelonggaran juga. Biar ga stress, hehehe

    Nice post mba, semoga nanti pas toilet training anakku, ilmunya bisa diaplikasikan ya.

    BalasHapus
  2. Namanya ekpektasi bisa bikin kita tergesa-gesa, padahal ada proses yang harus dijalani dalam setiap jenjang kehidupan termasuk toilet training ini. Dan tiap anak beda-beda perkembangannya. 5 C itu bakal ngaruh banget sih ya dalam proses ini, supaya anak terbantu dan tidak tergesa dalam menjalaninya

    BalasHapus
  3. Aku dulu target 2 tahun buat si bungsu toilet training tapi gagal dan ga mau berekspektasi tinggi, dan akhirnya pas aku siap pun anakku siap nyatanya dalam 4 hari bisa kok..hehehe makanya aku ga mau sih ga mau banding sama yang lain karena anak dan kitanya yang tahu kapan bisa dan siap

    BalasHapus
  4. Subhanallah paragraf terakhir Bikin aku senang bacanya. Ini aku juga terlambat sih toilet training-nya tapi alhamdulillah mereka bisa menjalaninya. Begitupun benar kalau orang tua stay cool sama anaknya otomatis anaknya akan lebih senang dalam proses belajar toilet training.

    BalasHapus
  5. Salah satu keseruan parenting, ketika berhasil dampingi anak-anak toilet training dan tanpa drama.
    Tips keren dan pastinya bermanfaat bagi pasangan ortu dengan anak <2th.

    BalasHapus
  6. Insight bagus bgt mbak.... Aku juga ada di fase ini. Sapihku wes lancar jayaaa... Lakokk toilet trainingnya bikin emosi jiwa.... Perlu belajar lagi aku nih... Ekspektasi2 yg disebutkan juga masih menghantui... Hikksss perlu xisembuhkan dulu ini

    BalasHapus
  7. Banyak yang bilang toilet training ini masa yang paling sulit dan berat. Setelah baca tulisan ini jadi lebih kebayang sih alasan ibu" suka ngelus dada hehe tapi setuju banget sama caranya untuk bisa evaluasi diri dan menerapkan 5C. Terima kasih sharingnya bunda

    BalasHapus
  8. Aduuh, gimana nantinya anakku ya. Sekarang masih 18 bulan dan aku selalu pakaiin pospak. Iya, mamaku juga bilang katanya aku dulu kalau mau tidur pipis dulu. Terus mau BAB ya bilang, dan gak pernah pakai pospak.

    Lah sekarang anakku tetep pakai pospak. Wkwkwkw, kadang ya, aku tu ngerasa gimana. Tapi ya udahalah. Pelan-pelan nanti kalau udah 2 tahun lebih.

    BalasHapus