Kira-kira setahun yang lalu, aku pernah menulis pengalaman pertama melakukan toilet training pada anakku, Dipta. Setelah satu tahun berlalu, apa kabar itu kelanjutan toilet training?
Perjalanan toilet learning yang dilakukan anakku bisa dikatakan tidak mulus seperti jalan tol, tidak juga mandeg seperti jalan buntu. Nggak bisa dikatakan sebentar, tapi nggak yang lama-lama teuing juga.
Alhamdulillah, Moms! Sekitar bulan April yang lalu (usia anak 2 tahun 5 bulan), anakku sudah kuanggap lulus toilet training SIANG HARI. Karena sampai sekarang malam masih pakai diaper. Hehe..
Harus diakui, ada beberapa hal khilaf yang aku lakukan dan kalo dipikir-pikir ini menghambat progress toilet learning yang dilakukan oleh Dipta. Buibu dan Pakbapak, kalo bisa jangan lakukan hal berikut ya agar perjalanan toilet training bisa lebih lantjar.
Oiya, disclaimer dulu. Poin-poin di bawah ini murni adalah hasil pengalaman pribadi. Tentunya, setiap anak akan memiliki pengalaman dan kesuksesan masing-masing saat toilet training.
Tidak Konsisten
Very well said |
Di awal-awal toilet training, aku sempat on off mengajarkan anakku untuk buang air di toilet. Ada dua faktor utama penyebab ketidak konsistenanku, mereka adalah :
Keterbatasan CD
Pertama adalah keterbatasan CD (kolor bocah). Kebetulan aku nggak pake clodi-clodian dan sejenisnya, langsung aja celana njero. Ternyata, di awal toilet training beli selusin itu nggak cukup, Bun.
Kadang sehari sudah habis 7 atau 8 pieces. Besoknya dipakai sudah habis lagi. Setiap hari mencuci pakaian belum tentu bisa kering, karena di awal toilet training dulu rasanya sudah memasuki musim penghujan.
Alhasil, aku menerapkan sistem 2 hari sekali. Sehari toilet training, besoknya pakai pospak, besoknya toilet training, dan seterusnya. Akibatnya, tentu progress belajar anak lebih lama.
Kalau ada yang bilang anak akan bingung karena ganti-ganti pospak dan CD, sebenarnya nggak bingung sih. Anakku paham aja kalau pakai CD dia bilang jika mau BAK atau BAB, kalau pakai pospak dia nggak bilang apa-apa dan tau-tau penuh aja tuh diaper.
Setelah berdiskusi dengan suami, kemudian kami menambah amunisi CD sebanyak kurang lebih dua kali lipat. Sudah banyak stok, nggak bisa lagi deh aku beralasan kehabisan CD untuk memakaikan anakku pospak.
Alasan "Mama Capek"
Harus diakui, proses toilet training ini sungguh suatu hal yang nggak mudah (buat aku). Menguras energi dan emosi. Ini yang kemudian membuat aku menjadi lebih longgar.
Kadang ngerasa capek banget aja gitu sehari bersihin ompol bisa 3-4 kali. Belum lagi kalau lagi khusyuk sholat tau-tau anak berdiri di depan sajadah terus bilang, "Mamah, mau pipis...". Belum sempat lepas mukena udah ngompol deui.
Sering juga, lagi asyik-asyik makan pakai tangan tiba-tiba anak juga asyik ngeden. Yaelah, brb kita yang hectic cuci tangan, angkut bocah ke toilet. Perut laper tahan dulu, deh!
Alasan kecapekan ini kemudian membuat aku jadi nggak konsisten menerapkan toilet training pada anakku. Capeknya kapan aja tuh?
Ya terserah aku aja, kalau lagi rajin sampai menjelang tidur aku akan kekeuh tidak memakaikan anakku pospak. Tapi, adakalanya jam 2 siang sudah menyerah dan memakaikan dia diaper lagi. Huhu~
Baca tentang : Disapih, Welcome to the New Normal, Kid!
Alhamdulillah, Ibu Ima mendapat hidayah. Haha. Demi kemajuan anakku, nggak ada cerita tuh bermalas-malasan membawa anak ke toilet.
Bahkan saat aku sudah terlelap di siang hari pun, jika anakku minta pipis di toilet aku akan berakting gembira sambil menuntunnya ke toilet. Padahal dalam hati, "Hadeeehhh kenapa nggak dari tadi siihh?" Haha.
Malas Melakukan Sounding
Sounding ini juga PR banget, sih. Tapi fardhu ain untuk dilakukan. Beda anak beda juga jumlah soundingnya, untuk anakku mungkin aku sudah beratusan kali memberitahu mengenai fungsi toilet dan kapan harus menggunakan toilet.
Aku mencoba mengajarkannya lewat cerita sehari-hari tentang penggunaan toilet, dari buku, dari video anak-anak serta tidak boleh absen memberitahu, "Kalau mau pipis atau pup di kamar mandi yaa..." dan, "Kalau mau pipis atau pup bilang yaa..."
Pernah ada kalanya aku lupa untuk menanyai atau mengajak anakku pergi ke toilet, hasilnya di awal-awal toilet training dulu ya bocor lagi bocor lagi.
Lama kelamaan anaknya ya akan paham, kok. Seperti anakku yang finally bisa juga nggak harus diingatkan terus menerus tapi dia bilang kalau mau ke toilet. I'm a proud mama. Hehe.
Memarahi dan Memaksa Anak
Tahan amarah agar anak tidak trauma saat toilet training |
Dulu sebelum jadi ibu-ibu, melihat ibu memarahi anaknya karena perkara ngompol itu kok rasanya ya bingung. Kenapa sih, namanya juga masih anak-anak kan wajar ngompol?
Setelah merasakan sudah ratusan kali mengingatkan anak untuk BAK atau BAB di toilet tapi tetap ngompol berulang kali, pengen ketawa aja kalau ingat pikiran sendiri. Napa dulu cuma kasihan ama anaknya tapi nggak kasihan sama ibunya? Hahaha.
Aku sendiri mengalami masa-masa kelam, di mana progress toilet training terasa suram nggak kelar-kelar. Pernah, setiap kali aku menawarinya pipis, jawabannya selalu tidak tapi berujung ngompol. Ya gue semprot juga deh bocah jadinya!
Baca tentang : Mengajarkan Ragam Emosi Melalui Buku "Seri Mengenal Emosi"
Setelah kejadian tersebut, jadi nggak percaya dong aku kalau anakku ngomong nggak mau pipis terus setiap ditanya. Sampai suatu hari aku memintanya untuk diam di kamar mandi sampai dia pipis. Ternyata anaknya emang nggak mau pipis tuh. Huhu. Nyesel kan kalau sudah begitu?!
Marah-marah, bentakan, ancaman, paksaan sampai hukuman itu baiknya dijauhi saja. Kalau memang belum siap mental untuk toilet training, tahan dulu aja sampai betul-betul siap jiwa dan raga.
Kemudian, aku mencoba lebih santai dan percaya pada dirinya. Terbukti, hingga sekarang aku nggak perlu lagi nanya-nanya dan ngajak-ngajak anakku untuk ke kamar mandi. Anaknya udah bisa merasakan kapan waktunya untuk pergi ke kamar mandi. Alhamdulillah.
Tidak Mengajarkan Anak 'Mengurus Dirinya'
"Help me to do it myself" -dr. Maria Montessori |
Sedari awal aku mengajarkan anakku untuk menyiram toilet setelah BAK dan membasuh kemaluannya sendiri. Bukannya tega tapi ya sebenarnya untuk melatih kemandirian anak dan mempermudah hidupku, sih. Hehe.
Kebayang banget lelahnya membantu anak terus-terusan untuk membersihkan diri setelah buang air dan memakaikan celananya selama bertahun-tahun.
Ternyata, setelah membaca dan belajar sana sini aku mengetahui bahwa jika anak bisa lebih mandiri maka anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang lebih percaya diri. Selain itu menumbuhkan inisiatif serta problem solving anak.
Mengetahui hal tersebut, semangat dong aku untuk mengajarkan padanya bukan hanya bagaimana BAK dan BAB di toilet tapi juga bagaimana cara untuk membersihkan kotoran, kemaluan hingga mengeringkan area tubuh yang basah dan menggunakan celana sendiri.
Permulaannya memang lebih berat. Anak bakalan main air berlama-lama, salah masukin kaki ke lubang celana sampai lamaa bener pake celana nggak beres-beres. Tapi makin ke sini, anakku jadi terbiasa melakukannya sendiri dan tentunya skill-nya meningkat.
Meskipun aku masih membantunya dalam beberapa hal, aku senang karena ia juga sudah bisa melakukan banyak hal terkait toilet learning seorang diri tanpa bantuan.
Baca juga : Stimulasi Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Selama proses toilet training, ternyata bukan hanya anakku yang belajar untuk BAK dan BAB di toilet. Aku pun mempelajari banyak hal, seperti menyadari bahwa poin-poin yang aku sebutkan di atas tadi adalah beberapa faktor yang membuat progress toilet learning Dipta berjalan merangkak.
Sekarang yang masih menjadi PR adalah melepas diaper di malam hari. Pernah sekali waktu aku dan suamiku mencoba untuk melepas pospak saat anakku tidur malam. Hasilnya, tentu ngompol di hari pertama dan kami tidak terbangun karena lupa. Hahaha..
Esok-esoknya, kok rasanya capek banget bangun beberapa kali di malam hari untuk membawa bocah pipis ke toilet. Belum lagi kalau anaknya malah jadi bangun dan susah untuk tidur lagi.
Pernah ada seorang teman yang bilang, suatu hari pospak anak akan kering di malam hari. Itu adalah saat yang tepat untuk memulai toilet training malam hari.
Wah, pengalaman teman tersebut terlihat menjanjikan ya?! Akhirnya, kembali ke poin pertama yaitu tidak konsisten. Sekarang kalau malam pakai pospak lagi, deh! Wqwq~
Kalau ortu-ortu senior yang sudah berhasil bertahun lalu melakukan toilet training di malam hari bagaimana nih pengalamannya? Junior minta tips dong! Hehe..
Terima kasih. Semoga bermanfaat.
Sukabumi, 29 Juni 2021
8 Komentar
wah ternyata toilet training memang bisa seperti drama berbabak-babak ya mba..hehe.. trmksh sharingnya..mudah2an dg membaca pengalaman ini buibu yg sedang mulai toilet training putra/putrinya jadi terbantu..
BalasHapusGa konsinten itu aku banget mbak. Termasuk juga alesan mama capek. Beneran kalo lagi capek banget rasanya udah males aja gtu bawa ke kamar mandi pake diaper aja wes gampang. Makanya kmr toilet training anakku yg kedua agak lama
BalasHapusJadi teringat pengalaman toilet training yang pernah dilalui oleh kedua buah hati kami, anak perempuan dan laki-laki dimana mereka punya perbedaan tingkat keberhasilan. Seingat saya sih lebih cepat anak perempuan, nggak tahu sih apakah ini emang dipengaruhi gender atau nggak. Yang pasti moment-moment penuh perjuangan itu jadi kenangan dan pelajaran berharga.
BalasHapusBenar banget sih ini, seringnya aku nggrundel, kenapa nggak tadi sekalian sih wkwk..
BalasHapusAkupun dulu mulai toilet training pas udah nggak LDR lagi, jadi sekitar anak usia 3 tahun. Jadi banyak di handle sama ayahnya kalau urusan ngompol dan nyuci celana njeronya. Dulu pas TT langsung beli celana njero banyak juga sih, karena emang seboros itu yaa. hihi
jadi inget dulu ngajarin anak soal toilet training... keknya baru berhasil di umur 3 tahun... mana dulu belum familiar sama popok sekali pakai... jadi ya numpuklah itu cucian celana... belum lagi kalo ngompol di kasur... hadeeuhhhh... tapi ya itu romantika jadi orang tua
BalasHapusWah jadi ingat masa toilet training anak. Bener, kalau di toilet training, ibu dan anak dua-duanya harus siap. Sempet kelepasan sering marah sih soalnya gemes huhuhu. Tapi alhamdulillah beres juga :')
BalasHapusSalah satu alasanku mengajari anak-anak toilet training cepat adalah karena pospak mahal. Huhuuu...tiap belanja, selalu cari pospak yang diskon. Tapi gak bisa asal beli juga. Untuk merk dan model selain pants, anakku gak bisa. Selalu ruam.
BalasHapusDuhiyaa...
Dramanya luar biasa. Manalah kaka uda pinter semuanya sebelum adiknya lahir, ee....pas lahiran, semua reset, kembali ke nol. Jadi suka ngompolan dan pup ga bilang lagi.
huhuu...kan ku sedih mengajari dari awal lagi.
Pada waktunya memang akhirnya, alhamdulillah...
Ku bisa bernapas lega.
anak pertamaku juga lepas popok siang hari umur 2,5 tahun, mbak dan baru full lepas popok setelah umurnya 3tahun lebih. cuma kadang si kakak ini manja maunya dilepasin dan dipakaikan lagi celananya. nah sekarang si adik umurnya juga sudah 2 tahun pengen juga nih mulai toilet training dia
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍