Cerita Toilet Training, Berhenti di Hari Pertama

Sudah lama tidak berbagi cerita tentang tips dan kegiatan parenting. Rasanya belum banyak yang berubah, masih begini-begini saja makanya belum nulis tentang topik ini lagi.


Kali ini karena aku baru mencoba sesuatu yang baru bersama anakku, maka aku ingin bercerita tentang pengalaman menjadi trainer untuk anakku dalam toilet training.

Memasuki usia 18 bulan (Mei lalu), aku bertekad untuk mulai toilet training karena penasaran saja seperti apa anakku kalau disuruh buang air di toilet dan ingin belajar membiasakan untuk tidak menggunakan diaper lagi.

Banyak yang dipikirkan sebelum aku memulai kegiatan toilet training ini, mulai dari faktor kerajinan dan ketelatenan diriku sebagai ibu juga faktor anakku yang belum bisa berbicara dengan lancar. Sudah bisa mengucap sepatah dua patah kata, tapi random kapan ngomognya suka-suka dia saja.

Daripada kebanyakan mikir, mulai dulu aja deh. Akhirnya aku memutuskan untuk membelikan anakku satu lusin celana dalam sebelum lebaran dan ingin mencoba memulai toilet training setelah lebaran. Persiapan yang dilakukan? Hanya modal beli celana dalam anak dan bismillah. Haha.

Sounding

Dari jauh-jauh hari aku sudah menutor anakku dengan sounding kalau mau pipis nanti di kamar mandi, lalu ku tunjuk kamar mandi. Ia hanya memperhatikan saja, entah paham atau tidak, lol! Lalu aku mengajarinya juga, "Kalau mau pipis bilang piipis.. Gimana?" aku memintanya mengulang kata-kataku.

"Pis..pis.." anakku mengikuti instruksiku. Setelah berhari-hari menjejalkan teori kalau mau buang air bilang dulu, nanti ke toilet, nanti tidak pakai diaper lagi dan lainnya yang berkaitan tiba juga hari setelah lebaran itu. Harus mulai nih, jangan tunda lagi.

Oiya, aku tidak membeli potty training karena merasa akan jijik saat harus membersihkannya jadi langsung ae ke toilet. Padahal ada juga yang merekomendasikan untuk membeli barang tersebut dan dinilai cukup membantu proses toilet training.

The First Day

Dengan membaca basmallah, aku pun memulai hari pertama melepas diaper pada anakku. Secara teori aku menilai anakku sudah paham, kalau ditanya mau pipis harus bagaimana ia akan menjawab pis..pis.. dan menunjuk ke arah toilet.

Kenyataannya, satu jam setelah mandi anakku ngompol dan memanggil aku setelah ia sudah pipis di celana. It's okay kita coba lagi ya, Nak. Satu jam kemudian anakku masih aktif bermain dan berlarian sana-sini tanpa menunjukkan gelagat mau buang air.

"Yang ini kenapa basah?" kata suamiku menunjuk ke lantai di depan televisi. Aku bergegas mengecek celana anakku, "Ompol si Dede!" Haha. Ngompol lagi dia, kali itu tidak ngomong apa-apa. Okelah, kita coba lagi.

Belum ada satu jam, anakku kembali pipis di celana. Ya ampun sering amat pipis! Kali itu, suamiku lah yang membawanya ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Kemudian kami mengganti strategi dengan membawa anakku ke toilet satu jam sekali untuk menawarkan dirinya pipis disana. Hasilnya? Saat masuk kamar mandi dia malah sibuk mau main air. Keluar kamar mandi, ngompol lagi. Haha.


Dasyar bocaah! Dalam kurun waktu setengah hari, cucian langsung menggunung seketika dan proses toilet training hari itu harus ditutup di sore hari. Alasannya karena anakku kehabisan celana. Ya aku membeli banyak celana dalam tapi tidak membelikannya celana luarannya jadi sama aja, langsung ludes kena ompol celana-celananya!

Akhirnya aku dan suamiku menghentikan proses toilet training dan kembali memakaikan anakku diaper sampai anakku punya cukup banyak celana dan baju untuk ganti.

Source : freepik.com

Another Trial

Setelah celana-celana dan baju yang dibeli secara online sudah datang, langsung aku mulai kembali toilet training. Sampai hari ini prosesnya masih berlanjut, sudah berjalan hampir 2 minggu. Masih ngompol? Masih. Hehe. Tapi aku melihat ada progress yang dilakukan oleh anakku, membuat aku jadi semangat untuk maju terus!

Sekarang aku sudah mulai bisa membaca kode dan gelagat saat ia akan buang air, kalau mau BAB anaknya sudah bisa memanggil-manggil aku lalu berjongkok sendiri. Kalau mau pipis ini yang selalu kecolongan karena ia biasanya ngomong pis-pis saat dirinya sedang BAK atau sesaat setelahnya, meskipun saat akan pipis biasanya anakku akan terdiam dan melihat ke bawah selama beberapa detik.

Bagaimana kalau malam hari? Saat ini aku masih memilih memakaikannya diaper, khawatir kalau ngompol lalu anaknya terbangun dan susah tidur lagi. Mak! Malas lah begadang-begadangan, lebih baik menjaga kewarasan orang tuanya dengan cukup tidur di malam hari. Haha.

Tapi pasti akan ada masanya dimana ia harus lepas diaper dong sekalipun saat tidur, tidak mungkin selamanya pakai diaper. Tapi ya nanti deh, sekarang pipis di toiletnya saja belum bisa.


Satu hal lagi, toilet training yang aku terapkan ini kulakukan setiap 2 hari lalu libur 1 hari. Jadi misal Senin, Selasa toilet training lalu Rabu pakai diaper, Kamis dan Jum'at kembali toilet training kemudian Sabtu pakai diaper lagi. Hari libur toilet training aku gunakan untuk mencuci celana-celana anakku yang sudah kena ompol, maklum untuk menghemat penggunaan air dan listrik aku menggunakan mesin cuci 2 hari sekali.

Sebenarnya aku ingin membagikan tips toilet training ala diriku sendiri, siapa tau bisa diterapkan oleh teman-teman yang ingin men-training anaknya untuk buang air ke toilet. Mungkin nanti lagi saja sharingnya saat anakku sudah lulus toilet training ini. Doakan ya!

Apakah kalian punya pengalaman menarik dari toilet training ini? Ada tips and trick-nya atau masukan buat pemula kayak aku nggak nih? Hehe.

Sampai ketemu di tulisan selanjutnya.

Sukabumi, 14 Juni 2020

Posting Komentar

0 Komentar