Pendidikan Seksualitas, Tantangan Hari Ke-4


Assalammualaikum,

Hari ini memasuki hari ke-4 menuliskan jurnal pembahasan mengenai Pendidikan Seksualitas yang menjadi tema besar dalam zona ke-7 kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional batch 6. Seperti beberapa hari belakangan, hari ini jurnal tantangan masih berisi diskusi kelompok yang berlangsung untuk bahan presentasi minggu depan.

Tadi malam dan hari ini, kelompok regional Sukabumi dan Tasikmalaya yaitu kelompok 29 melakukan finalisasi dengan membuat slide presentasi dan pembahasan mengenai skenario yang akan dilakukan jika kelompok kami terpilih untuk melakukan presentasi. Kelompok kami membahas mengenai Penyimpangan Seksualitas, Pencegahan serta Solusinya.

Pembahasan kelompok mengenai tema yang diberikan untuk kelompok kami bisa dibaca di sini :

Kembali ke pembahasan mengenai materi pendidikan seksualitas, yang di maksud dengan pendidikan seksualitas itu sendiri adalah proses pendidikan yang menjadikan anak laki-laki dapat berperan sebagai anak laki-laki yang baik dan benar, begitu pula sebaliknya untuk anak perempuan (Christina, 2020).

Pendidikan seksualitas ini termasuk di dalamnya adalah mengenal bentuk lahiriah atau organ fisik yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, bagaimana bersikap, berperilaku, juga pandangan hidup sebagai laki-laki dan perempuan dibangun, ditata dan diberikan pemahaman yang kuat sebagai bekal anak hingga dewasa.

Adapun strong why mengapa orang tua harus mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak-anak sejak usia dini adalah agar anak mengenal dirinya sendiri, agar ia tahu bagaimana perkembangan dirinya, agar anak tahu dan paham tugasnya sebagai laki-laki dan perempuan, untuk menghindari penyimpangan seksual(itas), supaya anak tahu dan paham apa yang boleh dan tidak boleh untuk laki-laki dan perempuan dan yang terakhir adalah agar anak dapat menghargai dan menjaga dirinya.

Kapan orang tua dapat mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak? Jawabannya adalah sejak sedini mungkin, tentunya apa yang kita ajarkan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan dan usia anak. Pada anak yang berusia 0-7 tahun, pendidikan seksualitas bisa dimulai dengan mengenalkan dan menegakkan identifikasi jenis kelamin, mulai dari bentuk tubuh, cara berpakaian, mainan serta cara berbicara.

Untuk anak seusia anakku misalnya, dapat dikenalkan dengan menyebutkan bahwa anakku sama dengan ayahnya yaitu laki-laki, sedangkan ibu perempuan. Saat waktunya sholat tiba, anakku akan dipakaikan sarung karena ia adalah seorang laki-laki, berbeda dengan ibu yang jika sholat harus memakai mukena.

Kemudian saat anak memasuki usia 7-12 tahun, orang tua dapat mengajarkan penguatan identitas jenis kelamin dengan pembiasaan. Misalnya cara berpakaian yang menutup aurat, cara berjalan serta cara berpikir. Pada usia ini, orang tua juga sudah bisa mengenalkan tanda-tanda aqil baligh sebagai persiapan anak-anak menuju ke fase tersebut.

Untuk anak yang lebih besar lagi yaitu 12-18 tahun, pendidikan mengenai baligh ini harus lebih ditekankan lagi dan kenalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi. Libatkan pula anak-anak pada aktivitas untuk menyalurkan energinya terutama energi seksual agar bisa melakukan hal-hal yang positif.

Sementara untuk anak yang sudah berusia di atas 18 tahun ke atas, pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya adalah tentang persiapan menikah dan berkeluarga.

Dalam hal ini, peran kedua orang tua sangatlah penting. Peran orang tua pun harus disesuaikan dengan perannya masing-masing di mana ibu akan menjadi contoh bagaimana peran seorang perempuan dan sebaliknya untuk ayah pun demikian.

Semoga kita para orang tua maupun calon orang tua senantiasa diberikan kesehatan dan kemauan untuk terus belajar dalam rangka mendampingi anak-anak kita untuk mendapatkan pendidikan seksualitas yang terbaik sehingga fitrah seksualitasnya terjaga dan terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan.

Sukabumi, 6 Maret 2021

Posting Komentar

0 Komentar