Writing for Healing, Jangan Dibikin Pusing!

writing-for-healing

Writing for healing, begitu katanya. Apa selalu demikian? Kalau dipikir-pikir, memang buat saya menulis itu menyenangkan. Menulis bisa membuat saya lega, refreshing dan recharge. Akan tetapi, tergantung apa yang ditulis juga sih.

Sometimes, menulis karena tuntutan pekerjaan bukannya bikin healing tapi justru sebaliknya, bikin pusing. Hehe. Inilah ya resiko ketika hobi sudah dijadikan pekerjaan. Pasti ada pressure dan tuntutan untuk dapat menulis sesuai dengan brief dan ketentuan yang dipatok oleh klien. Eh, beda konsep ya. Ini namanya writing for money, bukan writing for healing. Hoho.

Lantas, seperti apa konsep menulis untuk menyembuhkan ini? Apakah menulis di blog seperti ini bisa menjadi cara untuk meredam berbagai badai emosi yang mungkin sedang dirasakan oleh seseorang? Baca terus yuk, frens!

Mengenal Konsep Writing for Healing

Konsep "writing for healing" ternyata sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Sejak berperiode-periode lalu, menulis sudah dijadikan sebagai sarana untuk menjaga kesehatan mental, emosi, hingga spiritual. Namun, writing for healing dalam konteks modern baru dikenal sejak beberapa dekade terakhir.

Pada tahun 1980-an, Dr. James W. Pennebaker, seorang psikolog dari Universitas Texas, melakukan serangkaian penelitian yang merinci manfaat kesehatan mental dari menulis ekspresif (Expressive Writing). Penelitian ini menyebutkan bahwa menulis tentang pengalaman traumatis atau emosional dalam jangka waktu tertentu dapat membantu individu merasa lebih baik secara emosional dan fisik.


Selama tahun-tahun berikutnya, menulis untuk terapi ini semakin diterima sebagai alat yang efektif untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan mental. Sebut saja stres, kecemasan, dan depresi.

Buku-buku dan artikel mengenai topik ini juga mulai banyak diterbitkan. Berbagai program terapi tulisan bermunculan untuk membantu individu secara klinis.

Sejak saat itu, writing for healing menjadi bidang penelitian dan praktik yang terus berkembang dalam psikologi klinis maupun kesehatan mental. Meskipun menggunakan konsep yang terbilang kuno, perkembangan ilmu dan pengetahuan membuat konsep ini semakin maju dan disesuaikan dengan modernisasi zaman.


Blogging Sebagai Sarana Healing Saya

Saya memang bukan penderita mental health issue. Saya tidak mengalami kecemasan berlebih, depresi dan hal-hal lain yang sangat mengguncang kesehatan mental saya. Namun, saya bisa mengatakan kalau menulis di blog, bisa menjadi salah satu sarana untuk healing.

Salah satu alasannya, menurut opini pribadi saya nih ya, adalah karena menulis di blog bisa menjadi wadah untuk mengeluarkan emosi yang tak tersampaikan melalui kata-kata.

Terkadang seseorang kesulitan menyampaikan pendapatnya secara langsung, atau lebih senang memendam emosinya dibandingkan meluapkannya. Orang-orang seperti ini bisa merasa lebih lega setelah menceritakan secara tersirat, sebagian kecil, atau bahkan semua masalahnya melalui tulisan yang dipublikasikan.


Selain itu, di bawah ini adalah alasan-alasan lain mengapa blogging cocok sebagai sarana healing:

1. Refleksi dan Memahami Diri Sendiri

Menulis di blog dan menyimpannya dalam waktu lama, dapat membuat seseorang berefleksi dari hal-hal dan pengalaman yang pernah ditulisnya. Kalau kata Kak Risna, salah satu teman blogger saya, melihat tulisan-tulisan lama di blog seperti menaiki mesin waktu.

Setelah saya mencoba berjalan-jalan ke tulisan-tulisan lawas saya, memang rasanya seperti berjalan melintasi waktu. Sedikit banyak, saya memahami seperti apa diri saya sendiri pada 10 tahun lalu, 5 tahun lalu dan saya hari ini.

Dari tulisan-tulisan saya sendiri, saya belajar memahami bagaimana pola pikir saya di masa itu. Ya Allah, di tahun ini ternyata tulisan saya berapi-api semua. Kenapa saya dengan mudahnya menjudge orang lain seperti itu? Hhmm..

Hal-hal seperti inilah yang kemudian menjadi pembelajaran untuk diri sendiri. Tulisan-tulisan yang pernah dipublikasikan menjadi media untuk belajar menjadi pribadi lebih baik dari sebelumnya. Minimal sekarang sudah paham bagaimana menulis kata "di-" yang baik dan benar. Wkwk.

2. Mengatasi Stress dan Kecemasan

Tak jarang, saat saya sedang merasa tidak nyaman dengan masalah-masalah yang dihadapi di dunia nyata, saya memilih untuk menulis. Meskipun tema tulisan saya tidak ada hubungannya dengan masalah yang sedang terjadi, entah mengapa menulis membuat stress dan rasa cemas saya teredam.

quote-about-writing

Bagi saya menulis di blog merupakan tempat pelarian saya dari dunia nyata. Blog ini saya ibaratkan sebagai rumah kedua. Rumah yang hanya ditempati oleh saya dan ide-ide yang ada di dalam kepala. Tidak ada yang mengusik dan mengganggu saya di sini.

Saya pun merasa bebas dan nyaman mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran saya. Sedikit banyak, benang-benang kusut yang ada di dalam kepala terurai. Selesai menulis, perasaan dan pikiran biasanya lebih tenang.

3. Terkoneksi dengan Sesama Blogger

Ini terkait dengan komunitas tentunya. Bagi saya, komunitas berperan penting dalam menjaga hubungan sosial seorang blogger yang terbiasa menulis sendirian. Memiliki teman-teman dengan kesamaan hobi dapat membuat perasaan menjadi lebih positif dan merasa terkoneksi secara emosional.

Saya sendiri merasa senang bergabung dengan berbagai komunitas blogger, seperti Kumpulan Emak Blogger (KEB) yang saat ini sedang mengadakan tantangan menulis. Setelah selesai mengikuti tantangan, saya akan berjalan-jalan ke blog teman-teman yang lain.


Membaca tulisan-tulisan mereka yang menyebarkan vibes positif juga ikut memberikan dampak positif untuk saya. Di samping itu, saya juga jadi mendapatkan pengalaman dan insight dari tulisan-tulisan mereka yang inspiratif.

Tips Writing for Healing Biar Nggak Pusing

Tidak semua orang nyaman mempublikasikan masalahnya di hadapan umum. Selain menggunakan blog, ada banyak media yang bisa digunakan untuk writing for healing. Di bawah ini adalah tips yang bisa dicoba:

1. Menulis Jurnal Harian

Mae frens bisa menuliskan masalah apa yang terjadi atau hal-hal yang mengganggu di pikiran dalam sebuah jurnal harian. Buku diary, istilahnya begitu ya dulu. Menulis jurnal harian dapat menjadi sarana yang sangat efektif dalam meningkatkan kesehatan mental seseorang.

Saat kita menuliskan pengalaman, perasaan, dan pemikiran kita, ternyata ini dapat membantu  mengidentifikasi dan memahami emosi-emosi yang mungkin terpendam. Selain itu juga mengurangi stres, dan mengatasi konflik internal.

Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah buku yang membahas aplikasi jurnaling untuk kesehatan mental. Buku yang berjudul Writing to Heal: A Guided Journal for Recovering from Trauma and Emotional Upheaval tersebut ditulis oleh James W. Pennebaker dan John Evans.

quote-about-journaling

Menuliskan hal-hal positif, seperti pencapaian kecil atau momen-momen kebahagiaan, juga dapat meningkatkan rasa syukur dan optimisme seseorang. Jurnal harian juga berfungsi sebagai sarana pelarian yang sehat.

Jadikan jurnal tersebut sebagai tempat di mana kita dapat secara aman mengekspresikan perasaan atau pengalaman rahasia yang mungkin tidak kita bagikan dengan orang lain.

2. Lakukan Free Writing

Free writing, sering disebut juga sebagai menulis bebas. Pada metode menulis ini, seseorang menuliskan pikiran dan perasaan mereka tanpa batasan, peraturan tata bahasa, atau perhatian terhadap struktur.

Free writing terbukti dapat berfungsi sebagai bentuk terapi ekspresif yang memungkinkan seseorang melepaskan emosi yang terpendam atau perasaan yang rumit. Tulis aja apa yang ingin ditulis, jangan dibikin pusing. Nggak usah mikirin PUEBI, idiom-idiom yang puitis atau omongan orang tentang tulisan kita.

Metode menulis ini juga dapat meningkatkan kreativitas dengan menyediakan ruang bagi pemikiran bebas tanpa batasan. Rutin melakukan free writing dipercaya dapat meningkatkan kesehatan mental dan membuat seseorang lebih bahagia.

3. Menyediakan Waktu Khusus

Jika memang Mae frens ingin fokus untuk berefleksi dan memahami apa yang ada di dalam pikiran, luangkan waktu khusus untuk menulis. Baik itu menulis jurnal, free writing maupun menulis karya-karya seperti cerpen atau puisi yang didasarkan pada pengalaman pribadi.

Adanya waktu khusus ini membuat teman-teman lebih fokus pada tujuan. Teman-teman juga bisa lebih bebas mengekspresikan diri tanpa terburu-buru oleh jadwal harian yang ada.

Tentunya, apabila mental health issue yang terjadi benar-benar serius dan butuh penanganan khusus, jangan ragu untuk datang ke tenaga profesional. Di sana, mungkin teman-teman akan menulis didampingi oleh psikolog maupun konselor yang memang ahli di bidangnya.


Di sini, saya menuliskan writing for healing dari sudut pandang saya, sebagai seseorang yang menggunakan blog sebagai media katarsis. Selain menulis, hal-hal apa ya yang kira-kira bisa bikin healing juga? Traveling atau menerima doorprize 10 M misalnya? :P

tantangan-menulis-KEB


Posting Komentar

0 Komentar