Tahapan Pembuatan Antologi, Dari Nulis Sampai Terbit


Beberapa dari teman-teman mungkin sudah melihat postinganku sebelumnya ataupun promosi-promosi yang ku lakukan di media sosial selama beberapa hari ini. Memang belakangan aku kerap mengunggah sesuatu mengenai antologi kedua yang aku tulis yaitu PULIH, berhubung sekarang hingga tanggal 16 September 2020 nanti masih dalam masa PRE-ORDER.

Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, dimana antologi PULIH ini adalah sebuah karya dari teman-teman yang pernah mengalami mental illness maupun kisah orang lain yang pernah mengalami penyakit kejiwaan dan berhasil sembuh setelah menempuh berbagai usaha.
Dalam tulisan kali ini, aku tidak akan membahas lebih dalam apalagi sampai spoiler tentang cerita-cerita seru dalam antologi PULIH ini. Aku ingin berbagi sedikit pengalaman selama perjalanan menulis buku antologi.

Berbeda dengan antologiku sebelumnya, yang mana aku merupakan seorang pemenang dari suatu ajang menulis dan karyaku dijadikan buku. Aku sama sekali tidak terlibat dalam proses pembuatan antologi tersebut, hanya menulis dan tiba-tiba diumumkan bahwa tulisanku akan dibukukan. Tau-tau, bukunya sudah beredar di toko-toko buku. Hehe.
Pada antologiku yang kedua ini, dapat dikatakan aku terlibat langsung dalam hampir semua prosesnya. Bersama dengan teman-teman penulis lain dan tim dari Divisi Buku Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), kami berusaha menyelesaikan tiap tahapannya dengan sebaik mungkin dan tepat waktu. Jadi, saat bukunya akan diterbitkan aku seperti memetik buah dari apa yang telah aku tanam dan pupuk sebelumnya.

Ternyata proses pembuatan suatu antologi itu tidak bisa dikatakan sebentar, ada beberapa tahapan yang harus dilalui hingga akhirnya buku antologi bisa diterbitkan. Dalam proses pembuatan antologi PULIH, ada 8 tahapan yang aku dan teman-teman lalui :

1. Penulisan Naskah

Setelah project membuat antologi bertema Mental Illness diumumkan, para (calon) penulis buku dikumpulkan dalam satu grup koordinasi khusus antologi Mental Illness. Disini, kami diberi tenggat waktu sekitar 1 bulan untuk menulis kisah yang diambil dari pengalaman pribadi ataupun yang diambil dari kisah orang lain.

Berhubung menuliskan kisah pilu pribadi tidaklah mudah, maka dalam proses penulisan naskah antologi ini teman-teman yang bercerita tentang pengalamannya sendiri didampingi oleh konselor psikologi.

Selain agar bisa menghasilkan karya, pendampingan ini juga dilakukan agar teman-teman yang sedang terluka bisa benar-benar sembuh dan pulih dari keterpurukan di masa lalunya.

Sedangkan bagi yang menulis berdasarkan pengalaman orang lain, tentunya harus mengumpulkan segala informasi, data dan fakta untuk menulis. Penulisan pun baiknya harus disertai dengan persetujuan pihak yang kisahnya diangkat sebagai tulisan.

Aku, menulis sebuah kisah yang dibagikan oleh seorang sahabat. Ia dengan sukarela bercerita dan dengan senang bersedia agar pengalamannya dijadikan tulisan. "Kalau bisa ditulis detail, lengkap semua ya!" begitu pesannya.

Aku pun berusaha sebisa mungkin menulis sembari ikut merasakan emosi yang ia rasakan agar tulisanku terasa lebih nyata. Beberapa kali kami berbincang mengenai tulisan yang aku buat hingga akhirnya ia puas dengan apa yang akan dibaca oleh banyak orang nantinya.

"Aku nggak mau ada 'aku-aku' yang lain, Ims..." begitu ujarnya saat kutanya mengapa ia bersedia membagikan kisahnya pada semua orang.

Setelah naskah selesai ditulis, dengan membaca basmallah akupun mengirimkan naskah tersebut ke Divisi Buku IIDN.

2. Seleksi Naskah

Setelah semua calon kontributor mengirimkan naskahnya, proses pembuatan antologi Mental Illness masuk ke tahap selanjutnya yaitu seleksi naskah. Ternyata, tidak semua penulis yang mengirimkan naskah akan diterima. Hiks! Mulai worry diriku, apakah lolos seleksi atau tidak.

Tapi ya namanya ada proses seleksi, nothing to lose aja. Aku tidak terlalu memikirkan apakah naskahku akan lolos atau tidak, sudah mencoba saja kurasa sudah baik. Hehe. Aku juga menyampaikan pada sahabatku agar tidak terlalu kecewa jika kisahnya tidak jadi dibukukan seandainya naskahku tidak lolos seleksi.

Sahabatku dengan santainya berkata, "Yowes nek ra lolos kamu bikin buku solo ae..." Haha, menurut ngana nulis buku semudah mengunggah foto ke Instagram?!


Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya nama-nama penulis yang naskahnya lolos diumumkan. Namaku termasuk di dalamnya. Puji syukur, alhamdulillah.

Tapi, masih ada beberapa tahap lagi yang harus dilalui hingga nanti bukunya dicetak. Tahapan selanjutnya adalah menunggu hasil peninjauan dari tim IIDN.

3. Peninjauan Dari Tim IIDN

Berhubung ada lebih dari 20 naskah yang lolos tahap seleksi, peninjauan alias review dari tim IIDN tentu membutuhkan waktu. Setiap naskah harus dibaca satu per satu secara detail untuk bisa menghasilkan review yang baik.

Setelah proses peninjauan dari tim IIDN selesai, semua penulis dikirimkan email yang berisi perbaikan apa saja yang harus dilakukan. tak tanggung-tanggung, semua penulis yang naskahnya lolos ternyata harus melakukan revisi. Hihi. Tidak apa-apa, namanya juga untuk menghasilkan karya terbaik, perbaikan sedikit tidaklah masalah.

4. Revisi Dari Penulis

Setelah menerima email untuk melakukan perbaikan tulisan, kami diberikan waktu sekitar satu minggu untuk merevisi tulisan kami sebelum masuk ke tahapan berikutnya. Aku yang tidak bisa hidup tenang jika dikejar deadline langsung melakukan revisi jauh hari sebelum deadline yang ditentukan.

Berhubung revisiku berkaitan dengan jalan cerita, lagi-lagi aku berdiskusi dengan narasumber untuk menuliskan apa yang kira-kira wajib untuk dituliskan dan mana bagian yang bisa di-cut. Aku tidak berani begitu saja mengganti kisah orang lain tanpa adanya persetujuan dari dirinya. Aku ingin apa yang aku tuliskan se-real mungkin seperti kondisi yang dialami oleh narasumber dalam ceritaku.

Apa yang aku tulis semua murni dengan persetujuan narasumber, tidak ada satu cerita pun yang dilebih-lebihkan. Tanpa perlu ditambah-tambahi, kisahnya sudah mengandung banyak rempah-rempah dan bumbu sehingga layak untuk disimak dari awal hingga akhir.

Setelah selesai melakukan revisi, aku kembali mengirimkan naskahku pada tim IIDN untuk ditinjau kembali. Alhamdulillah, setelah revisi pertama tidak ada revisi kedua, ketiga dan seterusnya.

5. Peninjauan Dari Tim Ahli

Seperti yang disampaikan sebelumnya, antologi ini kebanyakan dituliskan berdasarkan kisah nyata para penulisnya sendiri. Penulisan pun senantiasa didampingi oleh koselor psikologi dari Ruang Pulih, sekaligus untuk membantu teman-teman bangkit dari trauma masa lalunya atau sembuh dari sakitnya saat itu.

Apa yang telah dituliskan oleh teman-teman penulis ditinjau kembali oleh tim dari konselor psikologi. Tulisan kami kemudian diberikan feedback, serta pelajaran apa yang dapat diambil dari kisah yang kami tuliskan pun disampaikan oleh tim ahli.

Hal yang disampaikan oleh tim ahli ini bermanfaat sekali. Kadang saat membaca, kita kurang paham makna dari luka yang pernah ada dan hikmah dibalik semua kejadian yang sudah berlalu. Dengan adanya feedback dari konselor psikologi, tentu teman-teman yang membaca buku ini akan berkata, "Ah! Seperti ini rupanya maknanya..." atau singkatnya, "I see..." sambil mengangguk-angguk.

6. Editing

Tahapan selanjutnya adalah tahap editing naskah sebelum naik cetak. Wah! Sudah sampai tahap ini saja, sebentar lagi sebelum akhirnya sebuah antologi bisa benar-benar terbit. Tahapan editing ini tentunya dilakukan oleh tim editor dari penerbit. Kami, para kontributor antologi tidak terlibat langsung dalam proses ini.

Jangan dikira tugas seorang editor ini adalah pekerjaan gampil. Menjadi seorang editor haruslah memiliki wawasan luas mengenai dunia literasi. Pandai menulis, suka membaca dan teliti dalam membaca naskah demi naskah. Benar-benar harus into menulis dan membaca banget.


Selain bertugas untuk menyunting naskah, tugas editor juga meninjau kembali naskah setelah proses layout selesai dilakukan dan membuat tulisan di cover buku bagian belakang. Istilah untuk tulisan di cover belakang buku ini disebut dengan blurb.

Adanya blurb ini cukup krusial loh, untuk menarik minat calon pembeli buku. Setiap orang yang penasaran dengan judul suatu buku pasti akan membalik cover buku tersebut dan membaca blurb-nya.

7. Pembuatan Cover dan Layout

Tahapan selanjutnya adalah proses pembuatan cover dan layout buku. Untuk proses pembuatan cover, kami selaku kontributor antologi dimintai pendapat untuk memilih cover buku kami. Sebelumnya, kami bersama dengan tim IIDN juga berdiskusi mengenai judul yang kira-kira cocok untuk antologi bertema mental illness ini. Pulih kemudian dipilih karena satu kata tersebut dirasa dapat merangkum keseluruhan isi buku.

Proses layout(ing) dilakukan oleh tim penerbit. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk akhirnya dapat menyelesaikan proses layouting ini. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghadirkan buku dengan tampilan yang menarik dan mudah dibaca oleh siapapun. Setelah proses layouting selesai, baru kami diberitau mengenai harga buku.

8. Terbit

Apabila ketujuh tahapan pembuatan buku antologi di atas telah dilalui, maka buku sudah siap untuk dicetak. Hore! Tentunya, ada masa pre-order untuk mengestimasi berapa jumlah buku yang akan dicetak. Kemungkinan besar, pada akhir bulan September buku-buku antologi PULIH yang sudah dipesan sudah dapat didistribukan pada para pemesannya.

Antologi PULIH sudah hampir masuk ke tahapan nomor 8. Saat ini, masih dalam masa PRE-ORDER dimana teman-teman yang penasaran dan berminat bisa memesan antologi ini melalui whatsapp ke nomor 082136516493.

Spesifikasi dari antologi PULIH adalah sebagai berikut :


OPEN PO PULIH
(26 Agustus 2020-16 September 2020)

Judul: Pulih
Tebal: 306 halaman
Ukuran: 14 x 20 cm
ISBN: 978-623-7841-76-0
Terbit: Agustus 2020
Harga normal: Rp 100.000,-
Harga PO: Rp 95.000,-

Itulah tadi, sedikit cerita mengenai pengalamanku berkontribusi sebagai penulis dalam antologi berjudul PULIH. Seru ya punya pengalaman baru yang mengesankan dalam bidang literasi.

Semoga informasinya bermanfaat!

Sukabumi, 01 September 2020

Posting Komentar

27 Komentar

  1. Senang sekali bisa satu project dengan mba Ima :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Sama2 Mbak 😊 Ini pertama kalinya saya ikut project nulis antologi yg prosesnya ngikutin dr awal sampai akhir. Hehe..

      Hapus
  2. Step2nya lumayan banyaaakkk dan kudu dilakoni dengan detail ya.
    Begitu hasilnya keluar, legaaaaa dan bahagyaaa ya Mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah semua step sudah berhasil d lalui. Betul, rasanya lega sekali mba..

      Hapus
  3. Waahhh IIDN memang sesuatu, saya pertama kali punya buku antologi ya dari sini, dan bangga bisa menjadi salah satu penulis dari banyak penulis kecenya IIDN.

    Kalau yang kedua dari penerbit lain, yang itu saya diminta kirim naskah dan udah pasti kepilih sih, tapi tetep ada revisi.

    Nulis buku itu memang sesuatu, beda banget dengan nulis di blog :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mbak, ada tantangan tersendiri ya. soalnya akan dicetak dan dibukukan, dibaca oleh banyak orang. Kalau diblog, salah2 dikit bisa diedit atau delete sekalian..

      Hapus
  4. Wah, sebentar lagi terbit ya... keren,,,, aku hampir ikutan nggak jadi... ini yg ttg mental illness itu kan ya??

    BalasHapus
  5. Wahh ikutan nulis di antologi kece ini ya..
    Mantap, smg sukses antologinya

    BalasHapus
  6. Ternyata sekeren ini ya proses di balik penulisan antologi "PULIH". Ada konselor yang mendampingi sekalian. Menulis memang bisa banget menjadi sarana terapi ya, Kak. Apa yang ada di dalam hati dan perasaan bisa dicurahkan. Kadang-kadang sulit bagi kita menemukan orang yang tepat untuk bercerita tanpa dihakimi.

    Semoga "PULIH" nantinya bisa menginspirasi banyak orang terutama yang masih mempunyai mental illness di dalam dirinya.

    BalasHapus
  7. wah luar biasa prosenya. sebelumnya selamat ya mbak ima dan teman2 iidn atas terbit bukunya, semoga bs menginspirasi banyak orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mba, saya juga berharap banyak yang terinspirasi dan mengambil manfaat dari buku ini

      Hapus
  8. Ternyata prosesnya sangat panjang ya. Jadi belajar banyak hal-hal baru. Sungguh menginspirasi ya. Semoga kisah-kisahnya bisa bermanfaat untuk orang-orang yang membutuhkan. Terutama yang punya kisah-kisah serupa juga bisa pulih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, terima kasih mbak. Iya semoga banyak yang ikut pulih setelah membaca buku ini..

      Hapus
  9. Ternyata prosesnya memang gak singkat ya mbak Ima. Tapi terbayar lunas setelah bukunya jadi ya mbak. Semoga bukunya bermanfaat untuk para perempuan diluar sana, sebagai bahan pembelajaran untuk bisa pulih

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali, proses panjang tapi setelah ada hasilnya kok kayak nggak kerasa yang kemarin2. terbayar lunas bahkan surplus. hehe

      Hapus
  10. Aku selalu salut sama para penulis, keren-keren banget soalnya. Btw ini step-stepnya lumayan juga ya mbak, tapi wajib dipelajari nih karena bermanfaat banget. Makasih sharingnya mbak

    BalasHapus
  11. Selamat ya mba, kisah yang ditulis akhirnya terpilih dan kini akan terbit! Sudah dipesan ratusan eksemplar pula loh... Keren sih ini para penulis Pulih... Tetap semangat menulis ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mbak, insha Allah tetep semangat terus dalam menulis

      Hapus
  12. Yes.. Bagus tulisannya. Antologi menjadi latihan agar tulisan semakin bagus. Semoga segera bisa bikin buku solo

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahh aamiin. cita-cita setiap penulis pasti ingin punya buku solo. hehe

      Hapus
  13. Ternyata prosesnya lumayan ribet ya, Mbak. Ini mungkin mirip juga dengan antologi pertamaku, jadi penulis kudu revisi lagi. Kalo antologi kedua dan ketiga, loosss aja ga ada review dari penyusun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya malah terbalik mbak. antologi pertma saya lolos2 aja, yang kedua malah panjang prosesnya tapi menikmati

      Hapus
  14. Proses bikin antologi memang panjang yaa. Namun saat bukunya terbit dan kita bisa menimang di tangannya, aaah seperti sedang menimang bayi sendiri. Selamat atas Pulih yang luar biasa.

    BalasHapus