Menjelaskan Kematian pada Anak Usia Dini

Menjelaskan Kematian pada Anak Usia Dini

Menjelaskan kematian pada anak usia dini ternyata bukan perkara mudah. Saat usia anak saya 1 tahun, bapak saya meninggal dunia. Jelas anak saya belum paham apa-apa dan justru tampak senang ketika melihat rumah ramai didatangi orang-orang yang melayat.

Berbeda dengan tahun lalu, ketika anak saya sudah berusia 4 tahun dan saya harus kembali merasakan kehilangan bapak. Di pertengahan bulan September, bapak mertua saya berpulang setelah menderita sakit dan komplikasi cukup lama.

Anak saya yang sudah pandai berbicara dan sedikit banyak paham kondisi saat itu, nggak berhenti bertanya, "Kenapa kakek meninggal? Kakek udah di surga ya? Kok kakek sakit, sih?". Banyak banget pertanyaan dari bocah yang membuat saya kewalahan menjawabnya. Sudah dijawab, masih nyambung terus nanyanya.

Mendadak Berangkat ke Bandung

Bulan September tahun 2023 mungkin menjadi bulan yang sangat berat untuk suami saya. Di bulan itu saya sakit cukup lama, hampir semingguan karena terkena infeksi. Otomatis semua pekerjaan rumah tangga dan urusan anak di-handle suami. Demam saya yang naik turun antara 38-39 derajat Celcius membuat kepala saya pusing dan hanya bisa rebahan aja di kasur.

Pagi-pagi suami saya menyiapkan anak, mengantarnya ke sekolah, dan cuti setengah hari untuk menjemput anak, ngurusin makannya dan ngurusin saya tentunya. Di saat saya sudah membaik, suami saya pun kembali bekerja seperti biasa.

Baca juga: Pengalaman dan Tips Merawat Orang Tua yang Sakit

Kalau nggak salah baru sehari suami saya full masuk kantor, kami dapat kabar tentang kondisi bapak mertua yang semakin menurun dan harus dirawat di HCU (High Care Unit). Sambil cuci piring, saya nangis, frens. Udah feeling nggak enak aja gitu.

Posisinya saya masih lemes dan belum fit 100%. Suami saya menimbang-nimbang apakah kami harus berangkat ke Bandung atau menunggu sehari dua hari hingga kondisi saya lebih baik. Saya menyarankan untuk pulang hari itu juga. Tanpa ba-bi-bu saya langsung packing dan menunggu suami saya pulang kerja, lalu kami berangkat ke Bandung dengan perasaan nggak tenang.

Mendengar Kabar Duka

Di rumah mertua saya, semua keluarga sudah berkumpul. Kami semua mendoakan yang terbaik untuk papah, sebab dokter mengatakan kalau kondisi dan kesadarannya semakin menurun. Hari Minggu sore, kami sekeluarga diizinkan untuk video call dengan mertua saya yang sudah tidak sadar, dibantu oleh kakak ipar saya yang berjaga di sana.

Baca tentang: 7 Cara Menjaga Kesehatan Anak saat Traveling

Hari Senin, 18 September 2023, pagi hari saya masih buka laptop untuk kembali bekerja pasca sakit. Siang harinya, suami dan kakak ipar dikabari untuk segera ke rumah sakit. Semua anak-anaknya diminta untuk berkumpul di rumah sakit.

Menjelaskan-Kematian-pada-Anak
Beberapa kali Kakek masuk RS dan selalu video call

Was-was lah ya! Perasaan campur aduk nggak enak. Saya sendiri jaga rumah bersama anak dan keponakan-keponakan saya yang masih kecil. Baru saja saya memesankan makanan untuk anak-anak, suami memberi kabar kalau bapak mertua saya sudah berpulang. Innalillahi wainnaillaihirojiun.

Auto flashback ketika mendengar kabar bapak saya meninggal 3 tahun sebelumnya, di mana posisinya saya sendirian juga di rumah, hanya ditemani anak saya. Lalu saya bingung, harus ngapain dulu? Anak-anak belum makan, rumah juga belum dirapikan.

Baca tentang: Tips Mengatasi Gatal Terkena Ulat Bulu

Alhamdulillah tak lama berselang, kakak ipar saya mulai datang. Tetangga-tetangga pun gercep banget berdatangan, memasang tenda, menggelar karpet dan persiapan lainnya. Saya melipir sejenak untuk nyuapin dan mengkondisikan anak-anak.

Inget banget saat itu saya mendapatkan tawaran job menulis di blog dengan fee yang lumayan besar. Menggiurkan namun saya relakan karena klien meminta publikasi artikel keesokan harinya. Ya kali saya masih terima job dalam kondisi berduka dan riweuh begitu.

Menjelaskan Kematian pada Anak Usia Dini

Mamah, kakek kan ada di surga ya? Surga kan ada di langit, kok kakeknya dikubur di tanah, sih?

Masya Allah, anak usia 4 tahun sudah bisa ya berpikir dengan logika seperti itu? Sebagai orang tua, saya yang jadi mikir bagaimana menjelaskan tentang kematian pada anak saya dengan bahasa yang sesederhana mungkin, tanpa mengurangi esensinya.

1. Menggunakan Kata-kata Sederhana

Saya mencoba menggambarkan kematian dengan sederhana, namun tidak ambigu. Dibandingkan dengan mengatakan, "kakek sedang tidur," saya memilih untuk mengatakan, "kakek sudah pergi dari dunia, dan tidak akan bangun lagi di dunia ini,".

Pertanyaan tentu akan berlanjut, dong. "Kenapa kakek pergi? Pergi ke mana? Kenapa nggak bangun lagi?" Eeeaa. Jawabannya tentu akan saya hubungkan dengan kuasa Allah SWT. Saya menyampaikan kalau nanti insya Allah, kita akan bertemu lagi dengan kakek di akhirat.

Intinya saya tidak menggambarkan kematian sebagai hal yang menakutkan, melainkan sesuatu yang pasti akan dialami oleh semua makhluk ciptaan Tuhan.

2. Tidak Menghindari Pertanyaan

Biarpun lama-lama jenuh mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan anak, sebisa mungkin saya tidak mengalihkannya dari bertanya. Dari pada anak-anak salah kaprah dan setengah-setengah mendapat informasi tentang hal yang sedang ingin ia ketahui, sebaiknya jawab saja pertanyaannya dengan seinformatif mungkin.

Anak saya mempertanyakan mengapa kakeknya meninggal? Mengapa teman-temannya masih punya kakek sementara kakeknya sudah tidak ada lagi di dunia? Jawaban realistis yang bisa saya berikan adalah kakek meninggal karena sakit. Saya perjelas lagi kalau tidak semua sakit bisa disembuhkan oleh dokter, ada penyakit-penyakit yang parah seperti yang dialami kakek tidak bisa lagi diobati.

3. Mengenalkan Emosi yang Dirasakan

Lagi-lagi, anak saya bertanya, "Kok papah sedih waktu kakek meninggal? Mamah juga sedih ya? Semuanya sedih?". Di sanalah saya menjelaskan kedukaan yang dirasakan pasca kehilangan orang yang disayang.

Baca juga: Mengenali dan Mengelola Emosi Positif

Saya justru menjawab pertanyaan tadi dengan bertanya kembali, "Kamu gimana? Sedih nggak kakek meninggal?" dan ia pun menjawab ia. Nah, masuklah kita di sana, menjelaskan bahwa sedih sekali loh karena mama dan papa nggak bisa lagi lihat kakek, ngobrol sama kakek, main dan jalan-jalan bareng.

Mendengar jawaban saya, dia jadi nangis karena takut mama dan papanya juga meninggal :')

4. Menjelaskan Mengenai Prosesi Pemakaman

Anak saya melihat berbagai prosesi pemakaman kakeknya kemarin, seperti memandikan, sholat jenazah, hingga ikut ke pemakamannya. Dari situ, tentu banyaaak sekali pertanyaan yang muncul. Saya pun menjelaskan bagaimana jenazah diperlakukan setelah meninggal.

Anak saya sempat mellow karena kakeknya harus dimakamkan. Ia takut kakeknya akan kegelapan, tidak bisa bernafas dan banyak hewan-hewan seperti cacing atau semut yang bisa mengigit kakeknya. Tapi ya dijelaskan lagi se-real mungkin, kalau orang Islam meninggal memang harus dikubur seperti itu.

Bantu Anak Memahami Kematian

Memang sensitif banget ya bahasan mengenai meninggal atau kematian ini. Kita yang dewasa saja terkadang menghindari pembicaraan mengenai topik ini. Namun, pada kondisi anak saya, ia telah mengalami dua kali kejadian seperti ini.

Dia paham kakeknya yang di Jogja (ayah saya), sudah meninggal dan dikubur. Akan tetapi, pada saat kejadian ia masih sangat kecil dan belum mampu memahami situasi yang terjadi saat itu. Di usianya yang ke-4, lagi-lagi ia mengalami hal serupa, dengan pemahaman yang lebih baik.

Dengan penjelasan-penjelasan singkat dan sederhana, sedikit banyak ia paham bahwa orang yang sudah meninggal pun harus tetap dihormati. Saya dan suami juga mengajak anak untuk terus mendo'akan keluarga yang sudah meninggal, dan mengenangnya dengan menceritakan kebaikan-kebaikan almarhum.

Mae frens pernahkah mengalami hal serupa? Bagaimana cara kalian menjelaskan kematian pada anak usia dini? Share di kolom komentar ya :)

Posting Komentar

20 Komentar

  1. Terkadang memang tdk mudah memberikan pengertian kpd anak, hrs sabar mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, tapi sebenernya anak-anak itu pintar jadi orang tuanya harus bisa jelaskan semudah pemahaman mereka.

      Hapus
  2. anak balita memang sedang aktif2an rasa ingin tahu ya mbaaa :)
    sebagai orang tua tentu kita juga perlu belajar agar penyampaian kita mudah diterima dan gak bikin anak tambah bingung..salut dengan para orangtua yang dengan sabar melayani setiap pertanyaan anak2nya ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mba biarpun gemes sebenernya. haha. kadang pertanyaan yang sama diulang-ulang terus, tapi mungkin di situ sennya jadi orang tua..

      Hapus
  3. Saladin (11 tahun) udh paham tentang kematian tapi dia ketakutan gituu. Nanti tipsnya akan kucoba deh..menjelaskan ke dia dengan bahasa anak2 dan mudah dimengerti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya memang mostly kematian identik dengan sesuatu yang menyeramkan ya. Saya juga dari dulu mikirnya gitu, Mbak..

      Hapus
  4. Inalillahi wainna illahi rojiun..
    Kebetulan saat ini aku belum ada pengalaman menjelaskan terkait kematian pada anak usia dini, jujur tulisan ini sangat bermanfaat bagi aku yang kebetulan saat ini aku ketitipan amanah anak usia dini yang lagi ceriwis serta kritis sering bertanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah masya Allah, anak usia dini emang suka ajaib-ajaib sih pertanyaannya ya. Kadang bikin bingung sendiri mau jelasin kayak gimana lagi.

      Hapus
  5. Aku "mengenal" kematian juga saat kakekku meninggal. Tapi karena usiaku sekitar 6 tahun udah lebih paham. Sebelumnya kalau ada tetangga yang meninggal sekadar tahu kalo tidur nggak bangun lagi.

    Aku setuju banget tentang kasih pemahaman dengan bahasa sederhana tapi jelas. Nggak pake bahasa yang terlalu ambigu. Walau mungkin gak langsung paham, tapi setidaknya jakur pemahamannya sudah sesuai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kadang agak tricky juga jelasinnya, apalagi kalau masuk ranah agama dan tentang surga ama neraka. Pake pertanyaan lanjutan pula kalau kita bilang kakeknya sudah di surga, lho kenapa kalau udah di surga, udah senang terus yang di rumah nangis? Hehe..

      Hapus
  6. Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. Turut berduka cita ya mba, atas berpulangnya sang mertua. Semoga senantiasa mendapatkan rahmat yang Maha Kuasa.

    Ini aku pernah ngalamin juga dulu pas masih remaja. Bibiku sakit komplikasi, dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Anak satu-satunya ngga keliatan sedih, malah seneng aja liat rumahnya jdi rame.

    Nah, gara-gara baca tulisan ini, aku jadi tersadar. Anak kecil itu ya tergantung gimana komunikasi orang tuanya. Yang tadinya ga bersedih akan kematian, pun akhirnya bisa mengerti dan ikut bersedih jua kalau kita menyampaikan dengan benar. Cuma yaa itu, agak susah cari diksi yang pas ke anak kecil. Terus musti sabar juga, gaboleh sumbu pendek.. hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasi Mas doa-doanya untuk mertua saya. Kalau dulu saya malah suka ketakutan gitu kalau ada yang meninggal. Kebanyakan nonton horror sih kayaknya. Wkwk. Iya banget, udah mah lagi ribet ngurusin yang di rumah, terus bocah ngekor dan nanya-nanya, kudu sing sabaaarr..

      Hapus
  7. Bukan hal mudah ya memang menjelaskan sesuatu kepada anak-anak, pemilihan kata-kata tidak boleh ambigu harus jelas. KIta pun memilih kata-kata yang sesuai umur mereka termasuk soal kematian, sehingga mereka pun memahami sesuai dengan umurnya sehingga mereka bisa menangkap apa yang kita maksud dan bisa menjawab apa yang mereka tanyakan

    BalasHapus
  8. Saya setuju Bun, menjelaskan tentang kematian pada anak tidak boleh ambigu. Karena bisa memunculkan pengertian yang kurang tepat. Malah dulu pas nenek saya meninggal, saya tanya orang tua dan semua keluarga jawabnya "Gpp, kamu masih kecil belum ngerti " Jadinya aku enggak tahu menahu apapun. Yang dirasakan cuma nenek menghilang dan enggak pernah nemenin lagi tiap main.

    BalasHapus
  9. Semoga almarhum husnul khatimah, mbak...
    Memang benar bahwa kematian itu sebuah pembelajaran ya, bahkan mulai dari kecil. Mulai dari pertanyaan simpel saat kecil: mengapa manusia meninggal, meninggal itu apa hingga pertanyaan yang lebih kompleks seiring usia.
    Alhamdulillah saat anak memiliki orangtua yang paham cara menjelaskan sesuatu dengan simpel sesuai dengan level pemahaman mereka saat itu. Yang pasti, penjelasan itu akan diingat dan menjadi pondasi pemahaman berikutnya.

    BalasHapus
  10. Aku menjelaskan konsep kematian ini pas anak2 udah 5 tahun, JD sbnrnya mereka udah paham mba. Pas papa mertua meninggal, di situ aku KSH tau apa itu meninggal, dan semua orang pasti kesana. Si kakak sih santai, tapi si adek LGS mewek, Krn dia yg paling Deket Ama aku, JD katanya ga mau kalo aku ga ada 😅

    Memang harus pelan2 sih jelasin ke anak2 yaa. Krn mereka memang blm paham banget konsep begini. Dulu itu anak2 ga ikut pas mertua dikubrin. Jadi mereka ga ngeliat seperti apa. Pas mama mertua, Krn meninggalnya covid, kami aja ga boleh datang samasekali pas di kubur di Tegal alur. Jadi memang anak2 ga pernah lihat LGS prosesi penguburan.

    BalasHapus
  11. Turut berdukacita ya Mbak, anak-anak memang belum mengerti ya jadi tugas orang tua memberi pemahaman ya pasti Dedek kehilangan kakeknya banget

    BalasHapus
  12. September 2023 saya juga mengalami kehilangan Mbak. Ibu saya meninggal dunia pada akhir September. Adik saya yg serumah dengan mama memiliki 2 putra dengan usia 7 tahun dan 5 tahun. Mereka serempak nangis kencang waktu dengar neneknya sudah meninggal dunia. Dan itu momen paling menyedihkan karena dua anak itu memancing sepupu2nya yg lain yg seumuran untuk ikutan nangis, bahkanponakan lainnya yg masih usia 2 tahun ikut juga nangis tanpa tahu sebabnya. Namun, hidup harus terua dijalani. Semoga merek yang telah perfi mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.

    BalasHapus
  13. Sy pribadi kehilangan kakak waktu masih balita. Gak inget sih gimana perasaan n pertanyaan sy waktu itu. Tp sy inget sy bingung ada rame-rame banyak orang dan ibu nangis terus. Memang susah² gampang ya bikin anak ngerti masalah kematian. Makasih tipsnya kak

    BalasHapus
  14. Innalilaah wa inna ilaihi rajiun turut berduka cita ya Mbak atas kepulangan bapak mertua. Selang sebulan saya juga mengalami duka yang sama. Mertua saya meninggal bulan Oktober.

    Emang nggak mudah jelaskan ke anak yang belum mengerti banyak hal jadi memang harus dijelaskan pelan-pelan dengan kalimat yang sedehana ya Mbak.
    Saya juga ajak anak ke kuburan untuk melihat langsung prosesi pemakaman dan memintanya ikut mendoakan dengan membaca alfatihah.

    BalasHapus