Memasuki pekan ketiga masa orientasi Kampung Komunitas Ibu Profesional, materi yang disampaikan adalah mengenai bagaimana kita sebagai seorang wanita, istri atau ibu menjadi produktif. Apa jawaban kalian jika kalian seorang wanita dan diberi pertanyaan mana yang lebih produktif antara manager rumah tangga, pekerja kantoran atau mahasiswi pasca sarjana?
Jawabannya pasti beragam, tapi sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan serba bisa, kita sebagai wanita bisa menjawab kalau ketiga pilihan tersebut semuanya produktif. Tentu bisa dong! Asalkan kita menjalankan peran-peran tersebut dengan profesional. Tidak ada yang lebih produktif jika seorang ibu rumah tangga, pekerja kantoran dan mahasiswi mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh. Coba bayangkan, bukankah seorang pekerja kantoran yang malas dan ogah-ogahan dalam bekerja akan menjadi lebih tidak produktif ketimbang ibu rumah tangga yang setiap hari mampu mengerjakan kewajibannya dirumah dengan ikhlas dan passionate? Jadi kuncinya adalah pada kesungguhan dalam mengerjakan tugas masing-masing.
Namun, ditengah perjuangan seorang wanita bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya tidak sedikit stigma atau pandangan masyarakat yang muncul dan menjadi ganjalan bagi para wanita untuk terus mempertahankan produktivitasnya. Sebut saja ibu rumah tangga yang masih sering dipandang sebelah mata, dianggap menyia-nyiakan ijazah sekolahnya untuk 'menganggur' dirumah.
Ada pun stigma yang muncul ketika seorang wanita merangkap ibu bekerja kantoran adalah pikiran negatif bahwa wanita tersebut terlalu sibuk mengejar karir sehingga tega 'menitipkan' anak-anaknya pada orang lain, dianggap melupakan fitrahnya sebagai ibu dengan meninggalkan anaknya ketika bekerja.
Sesungguhnya kita tidak bisa memaksa untuk mengubah cara pandang orang mengenai hidup kita. Yang bisa kita lakukan adalah, hempaskan aja saaay! Haha. Tugas utama kita adalah membahagiakan diri sendiri sebelum orang lain dan kita juga tidak punya kewajiban apa-apa untuk menanggapi cara pandang orang lain terhadap hidup kita. Buktikan saja kita bisa menjadi the best version of ourself dengan peran yang kita pilih.
Selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk menuju produktif? Rumus pertama adalah dengan mengubah mindset. Cara pandang kita tentang pekerjaan yang kita tekuni sekarang harus diubah agar menjadi suatu hal yang positif. "Aku ibu rumah tangga dan aku tidak menganggur, aku mengerjakan segala pekerjaan rumah dengan ikhlas dan sungguh-sungguh,". Misalnya begitu. Atau "Walau aku seorang ibu pekerja, aku tidak akan pernah melupakan apalagi sampai menelantarkan anak-anakku. Apa yang aku lakukan ini untuk keluargaku,". Tentunya kita harus yakin dengan mindset yang telah kita buat tadi, jangan dengarkan hasutan-hasutan netizen.
Kemudian, ambil peran yang sesuai dengan apa yang menjadi tugas kita misalnya bekerja dikantor dengan seoptimal mungkin sehingga mendapat penghargaan sebagai Employee of the Month. Bisa juga ibu rumah tangga yang pintar mengelola keuangan keluarganya sehingga mampu berinsvestasi macam-macam untuk masa depan keluarganya. Ingatlah bahwa tidak ada satu peran pun dalam aktivitas kita yang sia-sia, yang membedakan hanyalah kesungguhan saat menjalankan peran tersebut. Dari 2 hal tadi, kita bisa memberi manfaat pada sekitar dan inilah yang disebut dengan produktif.
Kunci untuk menjadi produktif terdiri dari beberapa hal antara lain :
1. Utamakan single tasking dibanding multitasking. Hal ini membantu kita lebih FOKUS dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
2. Terapkan pola kerja 80/20 (Parote Law) dimana 80% kesuksesan berasal dari 20% tindakan yang kita lakukan. Artinya, hanya dengan 20% pemikiran, usaha dan waktu untuk lebih maksimal bekerja kita bisa mencapai 80% keberhasilan.
3. Menentukan skala prioritas dalam setiap pekerjaan.
4. Memberikan delegasi untuk beberapa pekerjaan yang bisa digantikan oleh yang lain. Delegasi bukan hanya berupa orang/bawahan tapi juga bisa berupa benda mati seperti mesin (cuci) atau pelayanan jasa (setrika dan laundry).
Terakhir adalah tips untuk produktif dalam berkomunitas. Saat memasuki ranah komunitas, kita tidak bisa mengambil peran kalau kita merasa sungkan dan malu. Jadi, ubahlah rasa sungkan tersebut menjadi antusias dan switch rasa malu menjadi rasa ingin tau. Hal ini tentunya bisa dilakukan ketika kita memotivasi diri agar menjadi sosok yang bermanfaat.
Lalu buat indikator suksesmu ketika mengambil peran dalam berkomunitas. Contohnya, kita memilih untuk menjadi tim hore dalam suatu Whatsapp Group Komunitas dan kita menganggap diri kita sukses adalah ketika kita mampu menanggapi chat dalam setiap topik pembicaraan di grup minimal 3 kali. Namanya juga tim hore kan yaa, yang penting muncul dulu aja!
Terakhir adalah menyelaraskan visi dan misi keluarga dengan value komunitas yang diikuti. Ini berkaitan dengan dukungan yang diberikan keluarga dimana sangat berperan penting dalam prodiktivitas kita saat berkomunitas nantinya.
Materinya berbobot sekali ya. Intinya adalah bersungguh-sungguhlah dalam menjalankan setiap peran yang sudah dipilih, karena dari kesungguhan itulah akan lahir wanita-wanita yang produktif sesuai dengan peran masing-masing.
Sukabumi, 26 Februari 2020
0 Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍