Suatu malam ketika aku beserta suami dan anakku sedang pulas terlelap, terdengar sayup-sayup suara hujan turun dengan cukup deras.
Lama-lama aku terbangun karena merasa suara hujan tidak hanya dari luar rumah tapi jatuh kedalam rumahku.
Segera ku berjalan menuju ruang belakang rumah dan terkejut ketika melihat air mengucur dari sisi-sisi dinding dengan derasnya, menggenang diruang belakang. Ku bangunkan suamiku dan kami pun sibuk bekerja mengepel dan membersihkan air hujan yang terus turun ke dalam rumah kami hingga akhirnya reda setelah beberapa jam.
Beberapa hari kemudian, kejadian tersebut kembali terulang. Kali ini saat suamiku sedang bekerja dan aku sedang bermain dengan anakku diruang belakang saat rumah kembali bocor.
Aku langsung menaruh anakku kedalam bumper bed-nya dan bekerja membersihan bocoran, tidak berapa lama lampu padam dan waktu saat itu menunjukkan hampir magrib.
Gelap banget dong!
Aku sungguh ketakutan, masuk ke dalam bumper bed untuk menemani anakku dan mencoba tetap bersikap stay cool agar anakku tidak takut dan menangis. Ku biarkan rumahku tergenang begitu banyak air.
Pada waktu itu aku sempat kesal dan ingin sekali mengumpat menyalahkan keadaan. Padahal kami sudah menghubungi pemilik rumah agar membetulkan bagian yang bocor sebelum kejadian seperti ini terjadi lagi.
Aku menelepon suamiku dan ngomel-ngomel tentang keadaan rumah yang bocor dan mati lampu, menyuruhnya agar segera pulang.
Aku sadar saat itu hujan sedang deras-derasnya dan dia tidak mungkin pulang hujan-hujanan naik motor. Apalagi jarak kantor dan rumah kami cukup jauh. Lagi kesel aja pengen ngomel.
Beberapa saat kemudian aku berpikir, bahwa banyak di luar sana orang yang memiliki tempat berteduh saja sudah syukur, banyak orang yang rela hujan-hujanan untuk mencari nafkah dengan menjadi ojek payung. Intinya aku mengingat bahwa banyak yang hidupnya lebih susah daripada kondisiku saat itu.
Seketika itu juga aku bersyukur, masalahku terasa begitu receh dibandingkan mereka yang lebih kurang beruntung.
Tak dipungkiri, terkadang kita merasa hidup kita serba kekurangan. Terkadang kita melihat hidup orang lain lebih menyenangkan dibandingkan dengan hidup kita, hanya dengan membuka media sosial.
Padahal, bisa jadi hidup kita yang tidak kita banggakan ini menjadi impian orang lain sama seperti kita memimpikan punya hidup seperti mereka.
Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Maka bersyukur adalah salah satu cara agar tidak kufur dari nikmat Allah yang tak terhingga jumlahnya.
Jika aku mulai berandai-andai nggak jelas, "Enak ya kalau aku lanjut sekolah lagi pasti udah tinggal diluar negeri", "Kalau aku nggak resign pasti bisa melakukan ini-itu". Kalau A B C dan lainnya kupikirkan aku akan segera kembali mengingat betapa Allah sayang sekali pada diriku.
Betapa banyak nikmatNya yang wajib aku syukuri, betapa diri ini harus segera minta ampun karena dengan segala kekurangan yang aku miliki Allah masih memberikan banyak rezekiNya untukku.
Jadi, mari kita senantiasa menyibukkan diri kita untuk ingat bersyukur atas apa yang telah Allah berikan.
Meski pun kadang rezeki yang Allah turunkan tidak sejalan dengan apa yang kita harapkan, namun pastinya Dia tau yang mana yang paling baik untuk kita. Alhamdulillah..
Sukabumi, 21 Januari 2020
13 Komentar
pake no drop mba biar gk bocor-bocor lagi.
BalasHapusmemang kita harus rajin bersyukur sih.
thanks pesannya
jangan lupa kunjungi juga ya
https://looperday.blogspot.com
Haha iya kemudian di no drop kok! Siaap pasti berkunjung..
HapusEmang harus selalu bersyukur ya mbak mungkin kita ngeliat orang lain enak tapi kita hanya liat enaknya saja tanpa liat susahnya. Terimakasih sudah mengisnpirasi mbak
BalasHapuswww.allaboutgeo-edu.blogspot.com/
Sama-sama, Mas. Iya, padahal tiap orang punya jalan susah-senang masing-masing ya.. Thanks udah mampir..
HapusSepakat banget dengan kalimat penutup.
BalasHapusKita hanya harus meminta.
Namun yang diijabah, InshaAllah adalah yang paling tepat dan terbaik.
Sisanya, tinggal pandai-pandai bersyukur.
Semoga titik bocornya segera diperbaiki. Aamiin
I've been there. Nggak, bukan rumahnya, tapi berada di kondisi yang lupa bersyukur. Mengeluh pada kesulitan yang menghadang dan berandai-andai nggak jelas...kalau saja begini, seandainya begitu. Lupa, kalau di luar sana, ada banyak orang yang akan dengan senang hati menukarkan kehidupan mereka dengan hidup yang saya miliki (atau lebih tepatnya, yang diamanahkan ke saya).
BalasHapusKadang kalau lagi waras itu, suka wandering....seandainya, Rasulullah SAW ada di posisi saya sekarang, menghadapi masalah yang saya hadapi, apa ya yang beliau lakukan kira-kira?
One thing for sure sih, mengumpati keadaan jelas bukan suatu tindakan yang akan beliau lakukan.
Sewaktu aku masih kecil, rumahku pernah kebanjiran. Banjir terjadi karena got di belakang rumah itu meluap. Isi gotnya aneh-aneh: bungkus Chiki, sepatu, jaket..
BalasHapusSementara depan rumah tidak banjir. Belakang rumah saja yang banjir. Karena, got itu ternyata lebih tinggi daripada lahan rumahku..
Aku lihat ibuku tidak mengomel. Aneh! Padahal kalau aku tidak membereskan mainanku, ibuku mengomel. Kenapa ibuku tidak mengomel padahal banjir itu merusak rumah lebih parah daripada aku?
Baru ketika aku dewasa, aku sadar sesuatu. Rumah yang kami tempati ketika kami kebanjiran itu, sebetulnya rumahnya ngontrak. Bapakku yang mengontrak kepada pemilik rumahnya. Aku tidak paham seberapa besar pemilik rumahnya menghormati bapakku, tetapi ternyata seharusnya ada orang-orang yang berjabatan lebih tinggi daripada bapakku, namun rumah orang-orang petinggi itu berada di lokasi yang kurang baik daripada rumah yang dikontrak bapakku. Kalau sampai rumah yang dikontrak ini kebanjiran, yaah..itu hanya musibah tahunan yang sebetulnya belum tentu terjadi sekali dalam 5 tahun.
Kita perlu melihat dengan cara pandang yang lebih luas ketika memandang suatu musibah.
Ya ampun, komentarku panjang banget..
Kadang kita terlalu berlebihan mikirin masalah kita, ya mbak. Padahal nggak cuma kita yg punya masalah di dunia ini. Kuncinya cuma sabar dan iklas sambil terus berusaha. Semoga senantiasa dilimpahkan kebahagiaan ya mbak..
BalasHapusAku membayangkan hujan, bocor dan gelap, tapi di balik itu kita dituntut dapat bersyukur dalam keadaan apapun ya, Mbak. Semoga untuk selanjutnya tidak bocor lagi.
BalasHapusdari kejadian rumah bocor ini jadi mengingatkan kita untuk lebih bersyukur yah mba sekalipun dalam kondisi yang kurang beruntung. aku pun setuju mba dengan kalimat penutupnya, kita hanya bisa meminta namun apa yang diberi oleh tuhan itu pastilah yang sesuai dengan kebutuhan kita
BalasHapusBersyukur memang kunci untuk kita agar lebih menikmati hidup. Iya, ngenes memang ketika kita tinggal di rumah yang bocor. Rumah saya juga gitu. Kalau hujan, banyak ember dan panci untuk menadahnya.
BalasHapusMelihat rumah tetangga yang wah, malah bikin ngenes. Karena rumput tetangga kelihat selalu lebih hijau.
Semoga kita termasuk golongan orang yang pandai bersyukur.
Ga cuma tentang rumah bocor, bersyukur dalam hal apapun bisa jadi meringankan hal segala hal dan bikin kita merasa cukup. Tapi memang bersyukur dan ikhlas itu memang belajarnya sulit sekali.
BalasHapusSemangat terus buat mba dan suami :D
Jadi ingat saat kami kebanjiran di akhir tahun 2018 lalu. Air masuk ke rumah dengan cepat, tapi saya masih merasa bersyukur karena air yang menggenangi rumah kami masih lebih sedikit dibandingkan air di rumah tetangga
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍