Do Your Hobby and Find Your Spark Again!


Di awal menikah dulu, aku menikmati masa-masa setelah resign dan mengurus rumah tangga. Rasanya menjadi ibu rumah tangga adalah suatu hal yang menantang namun menyenangkan. Aku banyak mencoba berbagai resep masakan baru, mencoba membuka bisnis online dan mulai kembali menekuni hobi menulis.

Sebulan kemudian, aku diberi amanah dengan langsung mengandung anak pertama. Rasanya tidak percaya sekaligus bersyukur, cepet banget! Kehamilan pun dilalui dengan drama trimester pertama, serta adanya miom serta endometriosis di dalam rahim yang membuat aktivitasku selama hamil benar-benar dibatasi.

Setelah melahirkan, aku disibukkan dengan kegiatan sebagai ibu baru. Berkutat dengan menyusui, memandikan bayi, mengganti popok dan printilan lainnya yang ternyata menguras energi, waktu dan emosi tentunya. Sedikit banyak mendapatkan peran ini membuatku jet lag sebab nggak ada yang bilang sebelumnya kalau jadi ibu akan selelah ini, sesering ini begadang dan sekurang ini mempunyai waktu untuk diri sendiri.

Bilang capek, dibilang nggak bersyukur. Bilang ngantuk dan pengen istirahat sejenak, dibilang kasihan anaknya. Mau makan atau mandi sedikit lebih lama, sudah diteriaki lagi karena anak mau menyusu. Hampir semua inner circle-ku mengatakan, "Nikmatin, aja! Bersyukur, alhamdulillah dapat kesempatan jadi ibu."

Ya siapa yang nggak bersyukur? Tapi rasa lelah, ngantuk dan butuh waktu untuk diri sendiri itu tidak bisa disangkal lagi. Nggak bisa berpura-pura ON padahal mata udah 5 Watt, berpura-pura semangat padahal sinyal tubuh sudah jelas meminta istirahat.

Selama hampir satu tahun aku menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga tanpa ART membuatku merasa kehilangan diri sendiri. I don't have enough time to being myself. Pada waktu itu aku merasakan yang namanya post power syndrome yang biasa dirasakan oleh working mom yang memutuskan untuk resign atau bahkan pensiunan.

Aku merasa kalau tangki cintaku tidak terpenuhi dengan sebagaimana mestinya, aku merasa tidak punya power atas diriku sendiri dan aku merasa hidup hanya untuk anakku dan suamiku. Merasa bahwa tidak ada lagi space dalam diriku untuk menjadi diriku sendiri. Padahal sebelumnya, aku punya banyak sekali mimpi yang ingin digapai. Untungnya, aku sadar betul akan hal tersebut dan mulai membuka diskusi dengan suamiku.

Sebelum pindah ke Sukabumi, aku mengatakan pada suamiku bahwa aku ingin kembali menekuni hobiku. Aku pun mengatakan kalau aku ingin menjadi diriku sendiri seperti dahulu, disamping memiliki peran sebagai istri dan ibu. Suami mana yang nggak ingin istrinya senang, kan? Ia pun menyetujui rencana-rencana yang telah aku buat.

Kembali Menikmati Hobi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hobi merupakan kegemaran atau kesenangan istimewa pada waktu senggang dan bukan merupakan pekerjaan utama. Berhubung hobi travelling-ku tidak bisa dijalankan begitu saja seperti saat masih single dulu, akhirnya di waktu luang aku memilih beberapa kegiatan yang membuatku senang dan kembali bersemangat.

Dulu, sebelum sadar bahwa aku butuh lebih banyak waktu untuk diri sendiri, aku akan menghabiskan waktu luangku untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sebenarnya tidak habis-habis.

I was trying to be perfect but actually I'm just imperfect perfectionist.

Jadinya, lebih sering stress karena merasa tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, juga tidak punya waktu untuk diri sendiri. Kemudian aku mencoba untuk meniru suamiku agar menjadi orang yang lebih santuy~ Sehingga, ketika anak tidur siang dan aku memiliki waktu luang, jika tidak ikut beristirahat tidur siang aku akan melakukan beberapa kegiatan berikut :

Menulis

Menulis adalah hobi lama yang sempat terlupakan karena kesibukan kuliah dan bekerja. Mungkin terakhir kali aku menulis beneran adalah saat mengikuti lomba zaman sekolah menengah dulu. Lawas bener~

Setelah merasa kehilangan siapa aku, menulis menyelamatkanku. Menulis membuat diriku kembali menjalani hari-hari yang menyenangkan dan bisa menyalurkan energiku dalam wujud yang lain serta membuat pikiran terasa ringan.

Di tahun 2020 aku pun bertekad untuk merutinkan kegiatan menulis ini. Aku membuat target untuk menulis minimal 10 tulisan per bulan, aku mengikuti komunitas menulis untuk mempertahankan dan terus membangun semangatku menulis.

Dari menulis ini juga pelan-pelan rezeki dalam wujud uang berdatangan. Tanpa ekspektasi apa-apa, aku berkontribusi menjadi penulis antologi yang ternyata cukup booming dan terjual ratusan eksemplar. Aku pun tidak menyangka bahwa blog maeshardha.com ini bisa menjadi ladang mencari penghasilan.


Lama-lama menulis menjadi seperti kebiasaan, hampir setiap hari aku menulis. Meskipun tidak mem-publish tulisan setiap hari, minimal ada draft beberapa paragraf berisi pokok pikiran tulisan.

Berkomunitas

Sejak sekolah, aku memang senang mengikuti beragam kegiatan di luar kegiatan belajar di kelas. Sejak SD ikut ekstrakurikuler menari, paduan suara, menggambar, berlanjut hingga ke jenjang perkuliahan.

Saat bekerja, memiliki banyak teman-teman kantor dan menjadi panitia-panitia acara di kantor rasanya cukup menggantikan kegiatan berkomunitas yang aku jalani semasa sekolah.

Berbeda dengan setelah menikah dan menjadi ibu rumah tangga, rasanya kesibukanku dengan komunitas menghilang begitu saja. Merasa jauh dari teman-teman dan sahabat, nggak punya koneksi baru dan merasa kurang pergaulan. Sepi sekali rasanya hidup seorang extrovert tanpa kehadiran banyak manusia di sekelilingnya.

Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali mengikuti beberapa komunitas setelah usia anakku genap satu tahun. Dari sana, aku jadi punya teman-teman baru bahkan dari seluruh Indonesia. Aku jadi belajar bagaimana caranya agar kegiatan berkomunitas, mengerjakan pekerjaan rumah serta mengurus anak dan melakukan hobi bisa berjalan beriringan.


Banyak dari teman-teman komunitasku yang sudah berkeluarga, memiliki lebih dari satu anak dan punya pekerjaan sampingan lainnya tapi masih bisa menjalankannya dengan selaras dan tetap bahagia. Setelah kembali nyemplung ke beberapa komunitas yang berkaitan dengan hobiku, aku seperti merasa hidup kembali sebagai diriku saat masih jadi (maha)siswi dulu.

Belajar Parenting

Awalnya, kupikir menjadi orang tua "cuma gitu doang". Setelah susah mengandung dan melahirkan, happy-happy membesarkan anak. Ternyata, ekspektasi happy-happy setiap hari itu disertai rasa capek yang sama luar biasanya dengan kebahagiaan memiliki anak.

Selain itu, ada rasa khawatir, bingung dan cemas bagaimana aku bisa membesarkan dan mendidik titipan Allah swt. ini dengan sebaik-baiknya? Seperti yang sudah aku tulis sebelumnya kalau nggak ada yang pernah bilang kalau jadi orang tua akan sebegininya.

Aku tidak pernah mendapat pendidikan formal tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik. Tanggung jawabku bukan hanya di dunia, tapi sampai akhirat kelak. Wow! Siapa mau main-main dengan hal ini?

Akhirnya untuk mengurangi kecemasan dan kerisauanku akan kemampuan menjadi orang tua, aku mulai membaca buku-buku seputar parenting. Berusaha memahami bagaimana otak anak bekerja dan berpikir, bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dengan anak, bahkan sampai bagaimana menyudahi inner-child yang mungkin masih tertinggal di dalam diri.

Surprisingly, aku mendapati bahwa diriku senang mengetahui lebih banyak tentang dunia parenting. Setelah sekian lama sekolah, akhirnya aku menemukan mata pelajaran yang membuatku semangat belajar selain bahasa Inggris dan biologi. Hehe.


Aku pun belajar untuk meregulasi ekspektasi terhadap tumbuh kembang anakku, belajar menjadi orang tua yang lebih santuy namun tidak abai dan yang paling penting adalah menjadi orang tua yang selalu bahagia meskipun jauh dari kata sempurna.

Menonton Series / Drama Korea

Menonton adalah kegiatan favorit yang diturunkan oleh Bapak selain traveling. Dari kecil, aku bersama ibu dan adik-adik sering kali diajak menonton film di bioskop, menonton teater dan pertunjukan musikal baik tradisional maupun modern.

Sampai saat ini, kegiatan menonton ini menjadi salah satu kegiatan yang menjadi healing (katarsis). Saat stress atau saat merasa kesal/marah pada suami atau anak, menonton series maupun drama Korea menjadi pelarianku untuk merasa lebih baik. Bahkan saat pekerjaan rumah sudah selesai kukerjakan, hadiah atau reward untuk diriku adalah dengan menonton film atau drama kesukaan.

Tentang Drama Korea "Do Do Sol Sol La La Sol"

Menonton adalah guilty pleasure bagiku! Hehe.

Hobi Tidak Harus Menghasilkan

Di atas pada poin 'hobi menulis' aku mengatakan bahwa pada akhirnya menulis membuka jalan untuk aku memperoleh penghasilan, tapi bukan berarti semua hobi harus menghasilkan uang loh!

Esensi dari hobi itu sendiri adalah melakukan hal yang kita senangi di waktu luang yang kita miliki. Hobi memasak, tidak harus memiliki usaha katering. Hobi menjahit, tidak selalu mesti membuka usaha "permak Levis". Hobi menonton, tidak perlu sampai membuka biskop. Lho?! Hehe.

Pada awalnya, juga cukup tergiur dengan iklan-iklan di media sosial yang menyebutkan, "Dari hobi bisa jadi milyarder! Ibu rumah tangga juga bisa menghasilkan!" Terdengar sangat WOW, ya? Namun, jika dipikirkan kembali kalau hobi menjadi peluang untuk menjadi penghasilan tapi kemudian ada aturan, ada pressure, ada deadline dan tidak lagi kita lakukan pada saat kita memiliki waktu luang, apakah itu masih disebut sebagai hobi?

Kalimat tersebut bisa menjadi intimidasi untuk seseorang yang memiliki hobi namun tidak menghasilkan uang dari sana. Apalagi jika seseorang tersebut sedang mengalami krisis kepercayaan diri sama seperti yang aku alami beberapa waktu ke belakang. Kenapa semua harus diuangkan? Masalah kah kalau seseorang tersebut hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak memiliki hobi yang menghasilkan uang? Hiyaa~

Nggak masalah kalau kita ingin menjadikan hobi sebagai ikhtiar mencari rezeki berupa uang, tapi ya nggak apa-apa juga kalau hobi kita adalah hanya sarana untuk menyalurkan kesenangan dan mencari spark dalam diri.

Melepas Hobi yang Menghasilkan

Aku sendiri sempat menjadi seorang freelancer di salah satu media elektronik. Dengan hobi menulis yang aku miliki, yakin sekali kalau pekerjaan ini adalah pekerjaan yang tepat di mana bisa dikerjakan dari rumah.

Setelah hampir setengah tahun menjalankan pekerjaan tersebut, ternyata aku seperti kehabisan waktu untuk diri sendiri bahkan untuk keluarga juga. Saat anak tidur siang, aku akan mengejar menulis untuk menyelesaikan deadline, makan kadang beli saja lah mana sempat memasak. Malam pun demikian, segera setelah suami pulang kerja aku akan memintanya untuk membersamai anakku sementara aku menyelesaikan pekerjaan.

Pekerjaan freelancer yang tidak kenal waktu juga kadang membuatku harus menghabiskan weekend untuk menulis. Berhubung suami libur dan bisa full di rumah, aku menghabiskan weekend untuk bekerja. Gas terus pokoknya! Terkadang saat anakku ingin bermain bersama, aku akan berkata, "Sebentar, Nak. Mama kerja dulu, kamu sama Papa dulu sana..."

Lama-lama aku berefleksi, sebenarnya untuk apa aku melakukan ini semua? Aku itu mengejar apa? Memang aku suka menulis, aku juga suka dengan kesibukan bekerja ini, tapi apa gunanya kalau quality time bersama keluarga jadi tersisihkan? Dan dengan pekerjaan silih berganti serta deadline yang terus menerus, rasanya aku tidak menikmati hobi menulisku seperti dulu.

Kemudian aku mengingat-ingat kembali, dulu aku meminta izin pada suamiku untuk rutin menulis itu hanya agar aku "menemukan diriku lagi". Bukan untuk fokus mencari penghasilan apalagi sampai harus menomorsatukan pekerjaan ini.

Kan kangen ya pengen menulis curhatan panjang x lebar begini, atau ingin menulis sesuatu tentang drama Korea atau menulis hal-hal yang aku sukai tanpa ada aturan dan deadline. Akhirnya aku memutuskan untuk mundur dari pekerjaan tersebut.

Aku menemukan spark dalam diriku dengan melakukan free writing seperti ini, atau sekedar menerima tawaran advertorial di blog. Selain itu, waktu luang serta me time-ku benar-benar bisa aku nikmati kembali dengan membaca buku, fokus pada komunitas atau menonton series dan drama Korea favorit.

Jadi, apa kegiatan kesukaan kalian yang bisa memunculkan spark dalam diri kalian nih, guys?


Posting Komentar

0 Komentar