Cerita dan Tips Naik Pesawat Setelah Pelonggaran PSBB


Pada masa awal kemunculan virus Corona di Indonesia, hampir tidak ada warga Indonesia yang berani keluar rumah kecuali dalam keadaan mendesak. Hampir semua memilih stay at home, meskipun transportasi umum saat itu (sekitar awal Maret hingga April) belum diberhentikan namun pengguna transportasi umum terutama jarak jauh seperti kereta api dan pesawat menurun drastis.

Tepatnya akhir April 2020 sebelum puasa, aku pulang ke Sukabumi dari Jogja menggunakan pesawat. Harga tiket dari Jogja ke Bandung sangatlah murah, hanya 400 ribuan naik Citilink, dibandingkan hari-hari biasa yang bisa mencapai sekitar 800 ribuan menggunakan Lion Group.

Situasi dan kondisi di bandara Adi Sucipto saat itu sepiii sekali layaknya bandara tutup atau bangkrut. Di terminal A, tidak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan sama sekali kecuali daun-daun dari tanaman hias yang bergoyang tertiup angin. Semua penerbangan diberangkatkan dan mendarat dari terminal B yang biasanya digunakan untuk penerbangan internasional.

Selain karena wabah Covid-19, kondisi ini juga disebabkan karena sudah dibukanya bandara baru yaitu Yogyakarta International Airport secara resmi yang berada di daerah Kulon Progo. Sehingga semua penerbangan dialihkan kesana kecuali pesawat baling-baling yang terbang bolak-balik dari/ke Bandung, Surabaya dan Jakarta-Halim Perdanakusuma.

Di dalam pesawat, kala itu dilakukan sistem physical distancing dimana dalam satu baris hanya diisi oleh satu orang penumpang. Aku dan suamiku pun duduk terpisah di baris yang berbeda, berita baiknya penumpang dalam pesawat saat aku berangkat dari Jogja ke Bandung sangat sangat sepi. Hanya 13 orang termasuk anakku yang berusia di bawah 2 tahun. Hal ini sangat memudahkan kami untuk mematuhi salah satu dari protokol kesehatan yaitu social distancing.

Mulai bulan Mei 2020, semua moda transportasi umum termasuk kereta api, bis antar kota/propinsi serta pesawat terbang dilarang beroperasi sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di banyak daerah akibat Covid-19 yang terus mewabah dan memakan banyak korban. Namun, awal Juni 2020 setelah dilonggarkannya PSBB moda transportasi umum kembali di buka.

Salah satu sahabatku bernama Evita Farawati, yang sebelumnya berdiam diri di rumah orangtuanya di Cilegon, Banten, harus kembali ke tempat ia bekerja yaitu kota Surabaya karena kantornya yang sudah mulai work from office lagi. Mau tidak mau dan suka tidak suka, Evita harus balik ke Surabaya meskipun kota tersebut masih masuk dalam kategori zona hitam. Hitam, men! Bukan merah lagi!

Me with Evita (baju putih) dan teman-teman travelling di Gili Lawa Darat, Pulau Komodo

Berita tentang Surabaya masuk ke dalam zona hitam bisa dibaca disini.

Aku sempat berbincang-bincang dengan Evita mengenai pengalamannya naik pesawat di masa pandemi seperti saat ini, kira-kira beginilah percakapan kami yang mungkin bisa memberi sedikit-banyak informasi bagi teman-teman yang ingin bepergian dengan pesawat terbang :

Jadi, lo balik ke Surabaya gara-gara udah mulai wfo lagi? Padahal kan bisa dibilang belum kondusif ya kondisi disana?

Iya, jadi gue mulai wfo lagi itu hari Senin tanggal 22 Juni 2020. Alasannya karena PSBB di Surabaya sudah selesai dan ada pekerjaan yang harus didiskusikan sama atasan gue, nggak bisa kalau diomongin lewat video kayak biasa. Mau nggak mau, hari Sabtu tanggal 20 Juni 2020 gue pulang ke Surabaya.

Kenapa lo lebih milih untuk naik pesawat? 

Awalnya gue sama dua orang teman yang tinggalnya di Jakarta tapi kerja di tempat yang sama di Surabaya, mikir buat nyewa mobil aja. Ngeri juga sebenarnya mau naik pesawat karena jelas orangnya lebih rame dan kita nggak tau mana yang bawa virus mana yang enggak.

Tapi, setelah nyari tau kalau berangkat sewa mobil plus supir yang harus PP itu dokumennya lebih ribet. Harus ada SIKM karena keluar masuk Jakarta, terus ada surat keterangan sehat dan hasil rapid test Covid atau PCR dari semua penumpang di dalam mobil. Kalau gue sama dua orang yang lain bisa lah rapid test atau PCR, supirnya gimana? Agak berat kalau harus bayarin driver-nya untuk tes Covid juga. Akhirnya ya diputuskan untuk naik pesawat.

Cari info syarat-syarat buat naik pesawat dari mana? Pastinya harus valid dong ya informasinya!

Pertama gue buka situs tiket.com. Disana dijelasin detail banget syaratnya apa aja, dokumen yang harus dibawa apa. Nasional dan internasional ada semua informasinya.

Tapi, buat memastikan lagi gue telepon maskapainya juga. Kebetulan gue naik Lion Air jadi gue telepon Lion Group dan sekalian telepon Angkasa Pura 1 buat nanyain syarat sama dokumen apa aja yang harus gue bawa.

Intinya dokumen yang diperlukan itu surat hasil rapid test/PCR yang menyatakan bebas Covid-19, surat keterangan sehat sama KTP. Tiga dokumen itu aja, kecuali lo dari atau mau ke Jakarta harus pakai SIKM (Surat Ijin Keluar Masuk). Kalo lo bolak balik ke Jakarta, harus jelas juga kapan tanggal pergi dan kapan tanggal pulang ke Jakartanya.

Gue nanya juga apa setelah gue sampai Surabaya harus karantina mandiri 14 hari? Jawabannya nggak, karena penerbangan sudah dibuka secara umum, PSBB udah lewat dan selama gue nggak ada gejala apa-apa yaudah nggak perlu karantina mandiri.

Akhirnya lo rapid test atau PCR? Tes dimana?

Gue di Cilegon milih tes Covid di RS. Krakatau Medika (RSKM), katanya di lab seperti Prodia dan semacamnya itu bisa. Tapi, yang udah pasti ada di RSKM dan gue nggak mau gambling jadi ambil tes disana aja karena waktunya mepet.

Tes yang gue pilih rapid test, karena gue pikir selama ini gue stay at home dan nggak pergi-pergi ke tempat aneh-aneh, nggak ketemu sama banyak orang juga, intinya nggak ada kecurigaan kalau gue kena Covid. Ini kan untuk syarat naik pesawat aja, ngapain gue ambil test PCR? Harganya juga jauh beda, men!

Oiya? Masih punya nggak daftar harga untuk tes Covid-19 di RSKM?

Ada dong! Jadi, di RSKM itu ada paketan untuk tes pemeriksaan Covid-19. Paketannya kayak gini :

1. Drive thru : Rp. 345.000
Pengambilan darah dari vena
Tanpa surat keterangan dan printout lab
Hasil akan di berikan melalui WA/SMS
Harus dengan perjanjian.

2. Paket A : Rapid Test.
Pengambilan darah vena, di daerah siku dalam.
Dilakukan hari kerja jam 8-11
Dilakukan dengan perjanjian. 
Biaya Rp. 495.000
Hasil berupa surat keterangan pemeriksaan

Dan jika dilakukan dua kali, selang 10 hari, maka dapat disertai pemantauan dari kami dan diberikan surat sehat tidak terindikasi covid

3. Paket B : 
darah perifer lengkap, Rapid test, Rontgen Thorax .
Biaya : Rp 755.500
Hasil berupa surat keterangan pemeriksaan

4. Paket C
darah perifer lengkap, rapid test, ct scan thorax. 
Biaya : 2.034.500

5. PCR 
Jam 08.00 - 9.30
Biaya 2.299.000
Hasil berupa surat sehat tidak terindikasi covid.

Gue ambil yang nomor 2, hari Kamis siang tanggal 18 Juni 2020 gue tes lalu hasilnya jadi di hari yang sama sekitar jam 16.00 sore. Hasilnya negatif dan non-reaktif.

Hasil rapid test valid-nya cuma 3 hari aja kan? Lo berangkat hari Sabtu jam berapa?

Iya cuma 3 hari kalo rapid test, awalnya gue beli tiket Batik Air jam 12.00 siang. H-1 sebelum berangkat, malamnya gue dikabarin kalau pesawatnya di reschedule ke jam 06.00 pagi.

Wah, katanya kan selama pelonggaran PSBB dan new normal ini kalau mau naik pesawat datang ke bandara paling nggak 4 jam sebelum keberangkatan, bayangin gue dari Cilegon harus berangkat jam berapa ke Soetta?

Tadinya gue mau reschedule ke hari Minggu, tapi hasil rapid test gue udah nggak berlaku lagi kalo hari Minggu berangkat. Akhirnya, gue tetep berangkat ke Surabaya hari Sabtu reschedule jadi jam 16.00 dan ganti pesawat jadi Lion Air.

Oiya, kalau dulu awal kemunculan Corona harga tiket murah meriah banget ya. Sekarang gue rasa udah normal bahkan lebih mahal dari biasanya, kemarin pesawat gue harga tiketnya sekitar Rp.900.000,- 

Situasi dan kondisi di Bandara Soetta gimana? Pemeriksaannya ketat nggak?

Karena pesawat gue jam 16.00, jadi gue udah sampai di bandara jam 12.00 siang. 4 jam sebelumnya kan sesuai aturannya.

Dari luar bandara Soetta nggak begitu ramai pada waktu itu, sebelum lo masuk ke gate keberangkatan diperiksa kelengkapan dokumen seperti yang sudah gue sebutin tadi. Saat lo lewat gate, ada sensor untuk deteksi suhu tubuh dan kelihatan di layar. Jadi lo jalan aja seperti biasa nanti alatnya mendeteksi suhu tubuh lo secara otomatis.

Ternyata di bandara Soetta juga menyediakan tempat khusus pemeriksaan rapid test yang hasilnya bisa langsung jadi dalam 30 menit. Tempatnya di terminal 2 dan terminal 3. Kalau disana biayanya sekitar Rp. 200.000,-

Di dalam setelah lo masuk gate keberangkatan dan sebelum check-in, itu ada petugas lagi. Kali itu yang meriksa gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, yang diperiksa kelengkapan dokumen lo sama KTP. Prosesnya cepat dan nggak pakai antri-antri segala karena memang waktu itu nggak terlalu ramai.

Gue rasa datang 4 jam sebelum keberangkatan itu juga kelamaan deh, lama nunggu di bandaranya padahal pemeriksaannya nggak memakan waktu yang lama.

Dari pengalaman lo kemarin, orang-orang pada patuh sama protokol kesehatan nggak selama di bandara?

Dari yang gue liat, orang-orang udah pada patuh ya rata-rata pakai masker biarpun tetep ada satu dua orang yang pakai maskernya nggak benar atau dilepas-lepas, ada yang pakai sarung tangan juga.

Tapi, waktu gue jalan mau masuk ke ruang tunggu what a surprise! Ternyata di dalam rame, yang namanya tempat makan itu rame pake banget. Meskipun ada beberapa yang sepi juga.

Gue sempet lihat beberapa tempat makan itu penuh sampai antri-antri gitu dan nggak ada yang namanya social distancing. Tempat duduknya pun penuh saking ramenya.

Kalau di ruang tunggu keberangkatan kursinya udah ditandai silang-silang, jadi yang ada tandanya ya nggak boleh di dudukin.

Ceritain juga dong pas di pesawatnya gimana? Tempat duduk di kasi space kosong nggak supaya ada physical distancing?

Waktu check-in, gue sempat nanya sama petugasnya nanti di pesawat sistemnya gimana? Apa diselang-seling duduknya supaya ada physical distancing? Tapi waktu itu gue di cuekin, pertanyaan gue nggak dijawab.

Di dalam pesawat, gue dapat tempat duduk yang satu baris kursinya dua. Dan dua-duanya terisi, jadi sebelah gue ada orangnya. Belakang gue pun demikian.

Di row sebelah yang isinya tiga kursi, ternyata diisi penuh juga sama penumpang. Waktu nengok ke belakang, banyaak yang kursi-kursinya itu terisi full. Nggak di kasi space antar penumpang gitu buat physical distancing.

Jadi bisa gue bilang pesawat yang waktu itu gue naikin tidak menerapkan physical distancing dengan baik. Nggak tau kalau maskapai lain gimana.

Saat landing pun sama, gue kira akan diatur segimana rupa supaya penumpang turun dari pesawat satu per satu. Di kasi jarak antar penumpang, ternyata enggak cuy! Ya sama aja seperti sebelum ada Corona dimana orang-orang langsung dempet-dempetan di lorong buat turun dari pesawat.

Gue banyak berdoa aja supaya orang-orang yang satu pesawat sama gue sehat semua nggak ada yang positif Covid-19.

Setelah sampai di bandara Juanda, gimana situasi dan kondisinya? Ada pemeriksaan lagi?

Sikon di Juanda serupa tapi tak sama seperti di Soetta, rame-rame tapi nggak sampai crowded gitu. Cuma waktu gue mau ambil bagasi, di belt tempat ambil bagasi sebelah itu ramai sekali anak-anak sekolah mungkin masih pada SMP gitu mau ke Gontor katanya. Waw!

Pemeriksaan ada, yang diperiksa itu dokumen E-HAC (Electronic-Health Alert Card) yang sebelumnya udah lo isi dan print. E-HAC itu bisa di-download dari Android ataupun iOs, bisa juga di akses via website Kemenkes.

Salah satu lembar e-HAC yang harus ditunjukkan saat kedatangan di bandara tujuan
Hasilnya lo tunjukin ke petugas yang jaga, setelah itu lo bakal disuruh isi formulir lagi. Isinya biodata diri lo, dari mana, tujuan kemana, pakai kendaraan apa dan banyak checklist gejala penyakit yang sedang lo alami kalau ada.

Tips dari lo buat orang-orang yang mau bepergian naik pesawat di masa-masa pandemi gini gimana?

Tips dari gue untuk yang mau pergi-pergi naik pesawat itu :

1. Kalau nggak perlu-perlu banget nggak usah mesawat dulu, di bandara itu semua orang dari mana-mana datang dan kita nggak tau mereka bawa virus apa nggak. Udah pada megang apa aja, bersin dan batuk dimana aja, mending stay away dulu dari bandara kalau belum perlu banget kesana.

2. Jaga kesehatan sebelum berangkat. You know what to do lah ya.

3. Siapkan semua dokumen yang diminta dengan lengkap. Cek lagi jangan sampai ada yang ketinggalan dan bikin susah hidup lo di bandara.

4. Pakai jaket parasut, saran dari sepupu gue yang dokter karena katanya partikel nggak akan langsung terserap ke lapisan dalam jaket. Jangan lupa masker, face shield kalau perlu, sarung tangan kalau ada baik yang lateks atau kain buat jaga-jaga, hand sanitizer.

5. Setiap mau pegang sesuatu misalnya troli atau kursi atau meja tempat lo mau makan, bersihin dulu pake hand sanitizer. Lap-lap pakai tissue atau tissue basah juga boleh.

***

Setelah itu, pembicaraan aku dan Evita mengenai perjalanannya naik pesawat selama masa pandemi pun beralih ke topik lainnya.

Ternyata, meskipun grafik kasus Covid-19 di Indonesia masih terus menanjak, banyak masyarakat yang sudah tidak terlalu takut untuk bepergian menggunakan berbagai moda transportasi umum salah satunya pesawat.

Tapi jujur saja mendengar cerita sahabatku dimana di sebagian tempat masih tidak memedulikan physical distancing, tidak heran kalau penyebaran Covid-19 di Indonesia sangat cepat sekali. Huhu.

Aku sendiri masih tidak berani mengambil resiko bepergian dengan menggunakan transportasi umum, apalagi jika tidak ada kepentingan yang betul-betul mendesak. Walaupun sebenarnya sudah kangen banget ingin kembali travelling, jalan-jalan di mall dan makan di banyak tempat makan.

Sekian dulu cerita pengalaman sahabatku yang harus naik pesawat untuk kembali wfo di tengah mewabahnya Covid-19 ini. Stay safe untuk kalian yang harus bepergian dengan pesawat di saat seperti ini. Semoga informasinya bermanfaat.

See you!

Sukabumi, 27 Juni 2020

Posting Komentar

28 Komentar

  1. Waduh... Mau tanya nih, aku tinggal di bandung, ada rencana keluar pulau karena kerjaan. Itu kalau diantar pakai mobil ke bandara soeta. Apa sopirnya harus rapid juga? Dan dapat surat izin keluar masuk jakarta?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau rapid seperti'y nggak karena kan gak ikut naik pesawat. Kalau sikm mungkin iya mba tp saya kurang paham juga. Lebih baik siapin aja dokumen'y biar aman dan tenang..

      Hapus
  2. Aku share ya Mbak ke suamiku. Oktober nanti rencananya mau mesawat juga soalnya adiknya nikah di pulau seberang. Huhu. Agak serem juga ya. Semoga angka pasien covid tidak ada kenaikan lagi ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh mba, semoga informasinya bermanfaat. Sehat selalu mba dan suami mba yg mau bepergian..

      Hapus
  3. Informasi yg sangat berguna Mbak. Catatan bagi yg memang tdk benar-benar penting sebaiknya memang tidak perlu dulu naik peswat ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, saya sebenernya rindu kampung halaman di jogja tp nahan2 sampai sikon aman lah apalagi punya anak kecil. Worry juga mau bepergian di saat seperti ini..

      Hapus
  4. Kakaku jg masih bolak balik krn kerja di pertamina balikpapan tapi sebulan sekali itu juga harus pcr dulu klo mau ke bpp. Aku sendiri msh belum berani mbak naik pesawat di era gini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, makin kesini grafik pun gak menunjukkan tanda2 penurunan. Mau jalan2 was2 lah ya..

      Hapus
  5. Informasinya lengkap dan sangat bermanfaat sekali bagi teman-teman yang hendak menggunakan fasilitas pesawat, Mbak.
    Sampai detik ini, menurut saya, Bandara adalah tempat yang sebaiknya dihindari terlebih dulu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Mba, klo gak kepepet mending hindari tempat2 ramai yg berpotensi menularkan covid

      Hapus
  6. Selain lebih mahal naik pesawat di masa sekarang jadinya juga lebih ribet ya, mbak. Sabar dulu deh semoga tahun depan virus Coronanya sudah hilang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, beresiko juga kan. Heu. Mending ttep stay at home kalau gak ada keperluan

      Hapus
  7. Kabar terbaru kemarin dikeluarkan surat edaran dari kementrian kesehatan. Intinya, biaya rapid test dibatasi tertinggi 150k. Berlakunya cuma 14 hari apa 6 hari ya kan Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau rapid test berlaku hanya 3 hari Mba, kalau test swab PCR baru 1 minggu..

      Hapus
  8. Thankiss mbak informasinya. Sungguh sangat aku butuhkan dikala besok mau pulang kampung naik pesawat. Duh, Bandara Jogjanya dah pindah ke kulon progo lagi ya. Hmmm, baiklah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya mba, kecuali naik pesawat baling2 masih dr adi sucipto

      Hapus
  9. Sama mbak seperti yang saya baca pengalaman orang di Twitter, nasihatnya sama. "Kalau nggak perlu2 amat, gak usahlah. Ribet administrasinya" iya sih. Lagi begini, ga usahlah kalau ga penting naik pesawat ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya tahan2 dulu kalau mau plesiran sampai benar2 kondusif

      Hapus
  10. Tips yang berguna banget, lebih baik yang bepergian hanya yang benar2 memerlukan dan mendesak apalagi dengan kendaraan seperti pesawat. IRT seperti saya ini mending tetap stay at home.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya pun, walau sebener'y udh pengen banget travelling lagi

      Hapus
  11. Terima kasih tipsnya, Mbak. Ternyata kalau rapid test di bandara lebih murah ya. Tapi kalau nggak terpaksa mending di rumah aja deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, fasilitas'y juga gak sebagus kalau tes d rs kan ya jd pasti harga'y beda

      Hapus
  12. Lho, ternyata naik mobil engga lebih mudah juga ya? Temenku mau ke Bali dari Bandung, mau naik mobil aja katanya aman, engga ditanya-tanya. Makasih sharingnya Mbak...

    BalasHapus
  13. Benar mbak, prosedurnya memang spt itu..
    Temanku yg krj jakarta kemarin pulang ke sby, wfh disini slama seminggu..
    Dan memang dia melakukan semua prosedur itu

    BalasHapus
  14. Wah tipsnya mantap nih buat yang harus bepergian dalam Masa new normal begini. Tanteku Juga udah main ke Surabaya jenguk cucunya nih .. berarti sudah boleh ya ke luar Kota . Asal rapid test.

    BalasHapus
  15. Weleh... tes covid semalah itu ya mbak, huhu. Kemarin ini suami sempat rapid test dibayari kantor. Enggak pernah tanya-tanya harganya berapa, ternyata sampai ratusan ribu gitu.

    BalasHapus
  16. Sebenarnya gapapa ya naik pesawat, tapi ya harus tertib tuh maskapainya untuk mendukung prinsip physical distancing dan pengaturan saat naik dan turun dari pesawat. Ternyata maskapainya belum peduli ya dengan hal ini. :(

    BalasHapus
  17. Saya jadi teringat ipar saya, yang anak-anaknya sekolah diluar kota. Ada yang SMA, kuliah dan udah kerja, (anaknya banyak) biasanya mereka pulang beberapa kali tiap bulan pake pesawat. Jadi kebayang ribetnya kalo mereka semua harus pulang. Dan sepertinya udah 6 bulanan ini gak pulang, aduh gak kebayang gimana perasaan Ibunya.

    Oh ya Mba, PCR itu Test Swab kan? Kenapa yah testnya harus dilakukan dua kali? Apakah bisa berpotensi "kemungkinan bisa tidak akurat" kah?

    BalasHapus