Sukses! Mengajari Anak Minum Susu Formula


Susu merupakan bagian tak terpisahkan dari bayi mungil hingga masa kanak-kanak. Ada pula yang masih rajin minum susu hingga tumbuh dewasa bahkan saat sudah menjadi lansia.

Bayi yang baru lahir dapat bertahan hidup dari asupan nutrisi yang ia dapatkan melalui susu, baik Air Susu Ibu mau pun susu pabrikan alias susu formula (sufor). Meski sama-sama berlabel susu, terdapat perbedaan kandungan antara ASI dan sufor demikian pula dengan rasa. Rasa ASI konon katanya selalu berubah-ubah dan kandungannya selalu menyesuaikan kebutuhan si bayi. Sementara sufor, rasanya ya sudah template seperti yang sudah di buat oleh pabrik. Kira-kira begitu.

Baca tentang : My 1st BF Experience

Memasuki usia sapih yaitu 2 tahun yang jatuh pada akhir bulan Oktober mendatang, aku sejak awal ingin mengenalkan sufor pada anakku agar ia tetap terbiasa minum susu meski nanti sudah di sapih. Berhubung sejak lahir bayiku minum ASI langsung dari sumbernya, ia pun hampir tidak mengenal yang namanya dot atau media pemberian susu lainnya.

Pernah beberapa kali aku dan suami berusaha meminumkan ASIP melalui botol untuk menghabiskan stok ASIP, tapi anakku tidak meminum susunya secara sempurna melainkan hanya mengunyah-ngunyah dan menggigit-gigit dotnya.

Ketika memasuki bulan ke 10-11 usianya, anakku menunjukkan gelagat GTM alias Gerakan Tutup Mulut. Aktivitas yang paling dikhawatirkan oleh semua ibu di muka bumi ini. Saat itu giginya mulai bermunculan dan ia begitu ingin langsung makan nasi layaknya orang dewasa sementara ia sendiri belum lancar dalam proses mengunyah. Makan bubur bayi atau nasi tim pun ogah. Bye-bye timbangan deh! Beratnya stuck hingga dokter menyarankan untuk memberi susu formula sebagai tambahan nutrisinya.

Oke, sudah dapat lampu hijau untuk memberi susu formula aku pun langsung membeli dan mencoba meminumkannya pada anakku. Aku menggunakan media sippy cup untuk susunya karena ia sudah biasa minum menggunakan media tersebut.

Hasilnya? Tentu saja zonk! Haha. Target sehari adalah 3 x 75 ml, anakku mungkin hanya mampu menenggak sekitar 25-50 ml itu pun hanya 2 kali sehari karena ia menolak mentah-mentah dan lebih memilih nenen. Drama berlanjut saat ia sudah menyadari bahwa sippy cup-nya berisi sufor, sama sekali tidak mau ia membuka mulut dan meminum susunya. Hadeehh...

Akhirnya, aku memutar otak supaya anakku mau belajar minum sufor meski harus pelan-pelan dan sedikit-sedikit. Beberapa upaya yang aku lakukan adalah :
1. Membuat Smoothies
Saat waktunya minum susu, aku mencampurkan sufor bersama buah-buahan seperti mangga, alpukat dan buah lain yang tersedia di rumah untuk kemudian di proses menjadi smoothies tidak dingin.

Senang sekali saat metode ini berhasil, tentunya aku menghindari penggunaan sippy cup karena ia sudah bisa menduga akan diberi susu saat melihat sippy cup. Aku memakai media gelas dan sedotan dan ia dapat menghabiskan hingga sekitar 150 ml smoothies.

Sayangnya, hal ini tidak berlangsung lama. Lama-lama ia mengetahui ada sufor yang dicampurkan dalam minumannya, mungkin dari baunya sehingga ia pun ogah-ogahan saat disodorkan smoothies. Hiks.

2. Membuat Makanan Berbahan Dasar Susu
Mulai dari puding susu, puding roti, pasta carbonara hingga creamy rice. Segala rupa makanan deh yang terlihat menggunakan susu sudah ku buat. Selain agar anakku tetap mendapat asupan nutrisi dari susu, juga supaya stok susunya cepat habis. Haha.

Cara ini cukup berhasil, terkadang aku masih suka membuat masakan menggunakan susu meski lebih sering memakai UHT.

3. Gonta Ganti Merk Susu
Ini juga termasuk bentuk ikhtiar yang aku dan suami lakukan agar anak kami mau minum sufor. Susu murah hingga mahal sudah di coba, SGM, Pediasure, S-26, Nutrilon Royal, Dancow bahkan Infatrini dan Nutrinidrink sudah pernah kami belikan.

Semuanya tidak bertahan lama, ada yang auto-nolak tapi ada juga yang mau diminumnya hingga habis setengah bungkus kemudian berhenti di tengah jalan. Lalu aku mencoba meminumkan UHT setelah usianya mencapai 1 tahun, beberapa merk seperti Ultramimi dan Indomilk rasa coklat dan vanila mau ia minum tapi kemudian ditolak lagi.

Sungguh lelah dengan drama persuforan ini hingga ada masa di mana aku malas dan yaudah deh nenenin terus aja. Namun, berhubung drama berlanjut setelah di tambah dengan akan tumbuhnya beberapa gigi secara bersamaan, makannya pun jadi gaje lagi! Tentunya di usia yang menginjak 1 tahun lebih, ASI saja tidak akan mencukupi kebutuhan kalori dan nutrisinya.

4. Berdo'a dan Pantang Menyerah
Orang tua mana yang mau melihat anaknya susah? Meski lelah terus-terusan mutar otak agar anak mau minum sufor tapi yang di dapat penolakan, aku tidak bisa begitu saja lepas tangan dan tinggal diam melihat timbangan yang hanya bertambah 100-200 gram sebulan.

Lagi susah makan, nggak mau minum susu, ngemil pun sedikit, maunya nenen mulu, tingkah polahnya sangat aktif dan pastinya menghabiskan banyak energi. Gusti! Help me! Frustasi betul deh melewati fase itu. Mau nangis rasanya tapi aku berusaha menguatkan diri sendiri sambil terus berdo'a dan berniat untuk tidak menyerah begitu saja.

Namanya badai pasti berlalu, begitu pula dengan drama yang aku alami. Setelah gigi-giginya secara keroyokan tumbuh, lambat laun nafsu makannya bertambah dan semakin hari porsi makannya pun meningkat. Alhamdulillah, terharu emak! Pemberian sufor pun sudah tidak seribet dulu. Aku berhasil menemukan susu yang cocok dengan lidah anakku yaitu Sustagen Junior 1+, ternyata selera si bocah yang seperti itu. Tidak perlu dijadikan smoothies dan dicampurkan ke dalam makanannya lagi, sekarang minum susu sudah bisa habis 150 ml, siang-sore-malam hari.


Semoga terus seperti ini ya, Nak! Jangan GTM lagi deh, bikin emak makin pengen tobat. Haha.

Sekian kisahku, ibu-ibu. Semoga apa yang aku tulis bisa memberi inspirasi dan bermanfaat bagi yang membutuhkan. Ingat, ini semua tidak instan terjadi dalam jangka waktu hari atau minggu. Aku mencoba mengenalkan sufor saat anakku berusia 11 bulan dan baru berhasil kurang lebih 4-5 bulan kemudian. Hehe. Semangat!

P.S : Aku seorang yang Pro-ASI tapi bukan juga golongan yang Kontra-Sufor

Yogyakarta, 17 April 2020

Posting Komentar

0 Komentar