Mendidik Anak Sesuai Zamannya


Saat awal menjadi ibu menjelang akhir tahun 2018 yang lalu, banyak sekali wejangan-wejangan yang diberikan para senior termasuk orang tuaku dalam hal pengasuhan anak. Jika menurutku masuk akal dan bisa diterapkan maka akan aku lakukan, namun ada juga hal-hal yang tidak aku kerjakan karena tau sudah ada penelitian yang menjelaskan bahwa hal itu tidak baik seperti membedong bayi dengan ketat, memakaikan gurita pada bayi dan membubuhkan bedak tabur pada bayi.

Banyak juga mitos-mitos yang disampaikan seperti jika ibu mandi air dingin maka bayi akan masuk angin karena ASI menjadi dingin, ASI pada PD sebelah kanan adalah makanan sementara yang kiri adalah obat, jika bayi cegukan maka ibu harus mengambil sejumput kain dan diletakkan diatas kepala bayi agar cegukan berhenti. Sebagai ibu yang hidup di era millenial, tentu hal-hal tersebut tidak lagi masuk dinalar dan tidak ada pembuktian secara scientific juga. Tapi kadang, jika aku mengelak dari apa yang disampaikan senior, beliau akan tersinggung dan membanding-bandingkan dengan zamannya dahulu.

Kemudian aku membaca suatu kalimat yang dilontarkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh mereka akan menghadapi masa yang berbeda dari masamu," NAH! Sangat sangat brilian! Masha Allah. Kalimat ini yang sampai sekarang menjadi peganganku untuk terus mengupdate ilmu parenting supaya tidak ketinggalan zaman.

Kalau aku mencoba untuk menyangkal teori-teori masa lalu, para senior akan mengatakan, "Sekarang mah kebanyakan teori, zaman dulu bayi belum 6 bulan sudah dikasih makan juga hidup sampai sekarang!" Sesungguhnya aku sanggup untuk membalas lagi jawaban mereka, "Zaman dulu mana ada penelitian, dokumentasi berapa banyak bayi yang sakit/meninggal gara-gara makan sebelum waktunya..." namun lebih baik diam daripada dicap durhaka. Fyuhh~

Dari kalimat yang disampaikan oleh Sayyidina Ali tadi, jelas sekali bahwa ilmu itu bersifat dinamis. Selalu berubah, mengikuti peradaban. Dulu, mendidik anak dengan membentak, memukul dan memberi hukuman lain disebut benar untuk membentuk karakter dan mental yang kuat. Nyatanya justru sebaliknya, penelitian menunjukkan banyak anak yang merasa tertekan hingga akhirnya menurut perintah orang tua karena takut dimarahi tapi akhirnya menjadi pembangkang dan tukang bully diluar rumah. Zaman sekarang, tidak ada lagi yang menyarankan pola pengasuhan semacam itu.

Zaman dulu, penemuan plastik sekali pakai pasti disebut genius hingga seluruh dunia menggunakan plastik sekali pakai. Kenyataannya, penemu zaman dulu tidak memperhitungkan dampak pemakaian plastik sekali pakai untuk jangka panjang yang pada akhirnya sekarang kita disarankan (kearah wajib) untuk mengurangi penggunaannya. Bahkan, banyak peneliti yang sedang mencari bahan pengganti untuk plastik sekali pakai. See? Ilmu itu terus berkembang.

Mendidik anak sesuai dengan zamannya ini merupakan suatu tantangan bagiku yang terlahir sebagai generasi 90an dan memiliki anak yang lahir di generasi digital. Untuk mencetak anak yang berkualitas melebihi kualitas orang tuanya, tentunya orang tuanya juga harus ada usaha dong supaya angan-angannya bisa terwujud. Caranya ya dengan tidak berhenti belajar, orang tua juga harus selalu update tentang perkembangan zaman disegala aspek kehidupan, jangan malas dan selalu mengandalkan pengalaman masa lalu. Apa yang terjadi dimasa lalu selayaknya dijadikan pelajaran, ambil yang baik dan tinggalkan yang tidak baik. Sesuatu yang sudah terjadi dimasa lalu bukan untuk dijadikan dasar pembenaran tindakan dimasa yang akan datang, tetap harus ada penelitian dan evidence basednya.

Tulisan ini sebenarnya sebagai self reminder, agar aku terus menjadi seorang pembelajar. Belajar untuk mau open minded, menerima ilmu yang terus berkembang. Tentunya, semua yang dipelajari harus disaring, jangan kemudian menerima semua informasi dengan dasar open minded dan akhirnya semua hoax pun ikut tertampung, bukannya semakin pintar malah jadi zonk dong!

Masih banyak PR yang harus kukerjakan sebagai orang tua baru, yang masih meraba-raba bagaimana agar mampu membesarkan anak yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, yang kuat menghadapi segala tantangan dimasa yang akan datang. Jangan lupa untuk terus belajar, karena orang tua adalah pendidik utama generasi penerus. Semangat terus!

Sukabumi, 05 Februari 2020

Posting Komentar

0 Komentar